SURABAYA - Tantangan globalisasi yang mensyaratkan kebebasan bagi bermunculannya
aliran di tanah air membawa tantangan yang tidak ringan bagi NU.
Sejumlah kalangan bahkan tidak lagi 'betah' serta cenderung bergabung
dengan gerakan Islam kanan maupun kiri.
Karena itu, hal paling mendesak untuk dilakukan adalah melakukan modifikasi dan mendekati anak-anak muda dengan pendekatan yang lebih bisa diterima oleh mereka.
Demikian beberapa harapan yang disampaikan Dr Noorhaidi Hasan saat ditemui NU Online usai menjadi narasumber pada seminar: "Aswaja NU dan Tantangan Sosial Keagamaan di Tengah Perubahan" di lantai tiga, gedung PWNU Jawa Timur (18/5).
Karena itu, hal paling mendesak untuk dilakukan adalah melakukan modifikasi dan mendekati anak-anak muda dengan pendekatan yang lebih bisa diterima oleh mereka.
Demikian beberapa harapan yang disampaikan Dr Noorhaidi Hasan saat ditemui NU Online usai menjadi narasumber pada seminar: "Aswaja NU dan Tantangan Sosial Keagamaan di Tengah Perubahan" di lantai tiga, gedung PWNU Jawa Timur (18/5).
Bagi dosen di UIN Sunan Kalijaga ini, kian banyaknya kader muda NU
yang cenderung lebih tertarik dengan kajian Islam kanan ataupun kiri
sebagai konsekuensi dari globalisasi yang sudah menggejala di negeri
ini.
"Kita tidak bisa melakukan karantina dan membatasi akses bagi anak-anak muda untuk berkomunikasi dengan faham dan pandangan yang ada di belahan dunia manapun," tandasnya. "Globalisasi telah mengajarkan kepada kita akan peluang sekaligus bahaya dari kemudahan akses ini," terangnya.
Sebagai solusi, harus mulai difikirkan bagaimana Aswaja bisa dicerna dan berdialog dengan pemikiran baru. "Ini tentunya butuh kepandaian dan keseriusan para pegiat Aswaja NU," tandasnya.
Karena beberapa hasil dari Aswaja NU Centre PWNU Jatim berupa buku rujukan maupun advokasi kepada kegiatan pendangkalan aqidah, ternyata masih kaku dan kurang bisa diterima oleh beberapa kalangan.
"Masih konservatif seperti layaknya yang dilakukan para ulama jaman dulu, " tandasnya. "Apa tidak mulai difikirkan modifikasi kajian dan penyampaian Aswaja NU secara lebih atraktif dan up to date?" katanya balik bertanya.
Beberapa kreasi dapat dilakukan dalam upaya menarik sejumlah kalangan muda. "Ada Aswaja NU yang bisa disampaikan dengan model komik, film atau sentuhan baru lainnya," sarannya.
Beberapa kreasi itu diperlukan agar wawasan anak muda NU tetap konsisten dan berada di jalur Aswaja. "Tanpa adanya modifikasi dan perubahan model serta sentuhan dari banyak sudut pandang, rasanya dakwah Aswaja NU akan banyak ditinggalkan," pungkasnya.
"Kita tidak bisa melakukan karantina dan membatasi akses bagi anak-anak muda untuk berkomunikasi dengan faham dan pandangan yang ada di belahan dunia manapun," tandasnya. "Globalisasi telah mengajarkan kepada kita akan peluang sekaligus bahaya dari kemudahan akses ini," terangnya.
Sebagai solusi, harus mulai difikirkan bagaimana Aswaja bisa dicerna dan berdialog dengan pemikiran baru. "Ini tentunya butuh kepandaian dan keseriusan para pegiat Aswaja NU," tandasnya.
Karena beberapa hasil dari Aswaja NU Centre PWNU Jatim berupa buku rujukan maupun advokasi kepada kegiatan pendangkalan aqidah, ternyata masih kaku dan kurang bisa diterima oleh beberapa kalangan.
"Masih konservatif seperti layaknya yang dilakukan para ulama jaman dulu, " tandasnya. "Apa tidak mulai difikirkan modifikasi kajian dan penyampaian Aswaja NU secara lebih atraktif dan up to date?" katanya balik bertanya.
Beberapa kreasi dapat dilakukan dalam upaya menarik sejumlah kalangan muda. "Ada Aswaja NU yang bisa disampaikan dengan model komik, film atau sentuhan baru lainnya," sarannya.
Beberapa kreasi itu diperlukan agar wawasan anak muda NU tetap konsisten dan berada di jalur Aswaja. "Tanpa adanya modifikasi dan perubahan model serta sentuhan dari banyak sudut pandang, rasanya dakwah Aswaja NU akan banyak ditinggalkan," pungkasnya.
Redaktur : Mukafi Niam
Kontributor: Syaifullah
0 comments:
Tulis komentar dengan menggunakan kata-kata yang baik, jaga sopan-santun dan sertakan Identitas secara jujur.
Terima kasih atas pengertian Anda ! Junjung tinggi Akhlaqul Karimah