JAKARTA - Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj yang dikukuhkan sebagai Tokoh
Perubahan oleh salah satu media cetak nasional pada 30 April 2013 lalu
diharapkan dapat mengawal perubahan dari pesantren, seperti dalam
slogannya menjelang Muktamar NU di Makassar, yakni “Kembali ke
Pesantren”.
Rais Syuriyah PBNU KH Saifuddin Amsir berpendapat, gelar Tokoh Perubahan bagi Kang Said ini patut dijadikan landasan pacu untuk semakin bersemangat dalam mengawal perubahan, dan perubahan ini mestinya dapat dimulai dari pesantren.
“Kembali ke Pesantren” sebagaimana dijadikan maskot Kang Said menjelang Muktamar di Makassar, perlu dikuatkan kembali, kata Kiai Saifuddin Amsir kepada NU Online usai menggelar pengajian kitab hadis Riyadlush Shalihin di Masjid Ath-Thahariyah, Kelurahan Pisangan Timur, Kecamatan Pulo Gadung, Jum’at (10/5) malam lalu.
“Bagaimana pun, pesantren adalah basis utama Nahdliyin. Jadi, secara logika, gelar ini justru menjadi pekerjaan rumah tersendiri bagi NU untuk mewujudkan perubahan itu. Harapan saya, Kiai Said benar-benar memberdayakan pesantren,” tegas ulama Betawi ini.
Bagi Abuya, sapaan akrab Kiai Amsir, semangat perubahan telah diilhami oleh al-Qur’an. Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum, sehingga kaum itu mau merubah dirinya sendiri. Di dalam hadits, dijelaskan barangsiapa melihat kemungkaran (ketidakberesan), maka gunakan kekuasaan atau pengaruhnya untuk mengubahnya.
Dalam sejarah perubahan NU, lanjut dosen Ushuluddin UIN Jakarta ini, yang paling fenomenal adalah Munas Alim Ulama NU 1983 dan Muktamar NU ke-27 di Situbondo 1984. Sejarah mencatat, hasil Muktamar tersebut mendukung asas tunggal Pancasila. Melalui serangkaian diskusi mendalam yang dipimpin oleh KH Achmad Siddiq dan Gus Dur, akhirnya muktamirin bisa menerima Pancasila sebagai asas organisasi.
“Muktamar ini kan dilaksanakan di pesantren Asembagus pimpinan Kiai As’ad. Jadi, pesantren memang luar biasa pengaruhnya bagi bangsa ini. Meski saya waktu itu belum pengurus PBNU, tapi saya memimpin delegasi dari Jakarta,” pungkasnya.
Redaktur : A. Khoirul Anam
Kontributor: Ali Musthofa Asrori
Rais Syuriyah PBNU KH Saifuddin Amsir berpendapat, gelar Tokoh Perubahan bagi Kang Said ini patut dijadikan landasan pacu untuk semakin bersemangat dalam mengawal perubahan, dan perubahan ini mestinya dapat dimulai dari pesantren.
“Kembali ke Pesantren” sebagaimana dijadikan maskot Kang Said menjelang Muktamar di Makassar, perlu dikuatkan kembali, kata Kiai Saifuddin Amsir kepada NU Online usai menggelar pengajian kitab hadis Riyadlush Shalihin di Masjid Ath-Thahariyah, Kelurahan Pisangan Timur, Kecamatan Pulo Gadung, Jum’at (10/5) malam lalu.
“Bagaimana pun, pesantren adalah basis utama Nahdliyin. Jadi, secara logika, gelar ini justru menjadi pekerjaan rumah tersendiri bagi NU untuk mewujudkan perubahan itu. Harapan saya, Kiai Said benar-benar memberdayakan pesantren,” tegas ulama Betawi ini.
Bagi Abuya, sapaan akrab Kiai Amsir, semangat perubahan telah diilhami oleh al-Qur’an. Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum, sehingga kaum itu mau merubah dirinya sendiri. Di dalam hadits, dijelaskan barangsiapa melihat kemungkaran (ketidakberesan), maka gunakan kekuasaan atau pengaruhnya untuk mengubahnya.
Dalam sejarah perubahan NU, lanjut dosen Ushuluddin UIN Jakarta ini, yang paling fenomenal adalah Munas Alim Ulama NU 1983 dan Muktamar NU ke-27 di Situbondo 1984. Sejarah mencatat, hasil Muktamar tersebut mendukung asas tunggal Pancasila. Melalui serangkaian diskusi mendalam yang dipimpin oleh KH Achmad Siddiq dan Gus Dur, akhirnya muktamirin bisa menerima Pancasila sebagai asas organisasi.
“Muktamar ini kan dilaksanakan di pesantren Asembagus pimpinan Kiai As’ad. Jadi, pesantren memang luar biasa pengaruhnya bagi bangsa ini. Meski saya waktu itu belum pengurus PBNU, tapi saya memimpin delegasi dari Jakarta,” pungkasnya.
Redaktur : A. Khoirul Anam
Kontributor: Ali Musthofa Asrori
0 comments:
Tulis komentar dengan menggunakan kata-kata yang baik, jaga sopan-santun dan sertakan Identitas secara jujur.
Terima kasih atas pengertian Anda ! Junjung tinggi Akhlaqul Karimah