JAKARTA - Sekolah Tinggi Agama Islam Nahdlatul Ulama (STAINU) Jakarta tak mau "ketinggalan kereta" di era globalisasi ini. Sejumlah langkahpun dilakukan, salah satunya membuka kelas internasional. Harapannya, kelas internasional ini bisa membantu menyebarkan semangat Islam Indonesia ke berbagai penjuru dunia.
Ketua STAINU Jakarta DR. KH Mujib Qulyubi menjelaskan, kelas internasional itu telah memiliki dua angkatan. Sejauh ini, telah dilakukan kerjasama dengan dua universitas di Maroko. "Untuk angkatan pertama sudah dilakukan tahun lalu. Jumlahnya 21 orang," katanya kepada Republika, Rabu (13/2). Sementara, angkatan kedua berjumlah 15 orang.
Untuk menjadi mahasiswa kelas internasional, kata Mujib, sejumlah tes harus dilalui, terutama kemampuan berbahasa Arab dan ilmu keislaman. "Dalam bidang ini, para lulusan pondok pesantren sudah jauh lebih menguasai", ujarnya.
Sedangkan, untuk program kelas internasional di Maroko, para mahasiswa akan menjalani perkualiahan selama dua semester. Biasanya yang mengambil kelas ini adalah mahasiswa semester dua atau tiga. "Jadi, mereka ke sana juga mendapatkan nilai, tak sekedar bertukar pelajaran."
Kerjasama STAINU dengan Maroko sudah berlangsung sekitar tiga tahun. Selain dengan Maroko, menurut Mujib, sedang dijajaki pula kerja sama dengan beberapa negara lain, diantaranya Suriah dan Aljazair.. "Tetapi, sampai kini masih belum terwujud".
Tiga Program Studi
Saat ini, STAINU Jakarta memiliki tiga program studi, yakni pendidikan agama Islam (PAI), perbankan syari'ah, dan al-Akhwal al-Syakhsiyah (syari'ah Islam). Semua program studi itu telah menyelenggarakan program strata satu (S-1). "Memang, untuk izin S-1 dari Dikbud belum keluar. Izin S-1 ini baru kita dapatkan dari Kementrian Agama", kata Mujib.
Program studi PAI sudah ada sejak 2001. Hingga saat ini, jumlah mahasiswa program tersebut mencapai 433 orang. Sedangkan, dua program studi lainnya diselenggarakan sejak tiga tahun lalu.
Dijelaskan Mujib, kurikulum yang dikembangkan di STAINU Jakarta mengacu pada kurikulum yang ditetapkan Kementerian Agama RI. Namun, khusus mata kuliah keagamaan, diarahkan pada penguasaan kitab-kitab kuning. Selain itu, STAINU Jakarta juga menambahkan kuliah khusus, yaitu ahlussunnah wal jama'ah dan ke-NU-an.
STAINU Jakarta dirintis sejak 1998. Setahun beriunya, keluar izin operasional dari Kementerian Agama. Saat ini, menurut Mujib, niat untuk menambah status STAINU menjadi universitas semakin kuat. "InsyaAllah bisa tahun ini".
Sumber ; E-paper Republika
Ketua STAINU Jakarta DR. KH Mujib Qulyubi menjelaskan, kelas internasional itu telah memiliki dua angkatan. Sejauh ini, telah dilakukan kerjasama dengan dua universitas di Maroko. "Untuk angkatan pertama sudah dilakukan tahun lalu. Jumlahnya 21 orang," katanya kepada Republika, Rabu (13/2). Sementara, angkatan kedua berjumlah 15 orang.
Untuk menjadi mahasiswa kelas internasional, kata Mujib, sejumlah tes harus dilalui, terutama kemampuan berbahasa Arab dan ilmu keislaman. "Dalam bidang ini, para lulusan pondok pesantren sudah jauh lebih menguasai", ujarnya.
Sedangkan, untuk program kelas internasional di Maroko, para mahasiswa akan menjalani perkualiahan selama dua semester. Biasanya yang mengambil kelas ini adalah mahasiswa semester dua atau tiga. "Jadi, mereka ke sana juga mendapatkan nilai, tak sekedar bertukar pelajaran."
Kerjasama STAINU dengan Maroko sudah berlangsung sekitar tiga tahun. Selain dengan Maroko, menurut Mujib, sedang dijajaki pula kerja sama dengan beberapa negara lain, diantaranya Suriah dan Aljazair.. "Tetapi, sampai kini masih belum terwujud".
Tiga Program Studi
Saat ini, STAINU Jakarta memiliki tiga program studi, yakni pendidikan agama Islam (PAI), perbankan syari'ah, dan al-Akhwal al-Syakhsiyah (syari'ah Islam). Semua program studi itu telah menyelenggarakan program strata satu (S-1). "Memang, untuk izin S-1 dari Dikbud belum keluar. Izin S-1 ini baru kita dapatkan dari Kementrian Agama", kata Mujib.
Program studi PAI sudah ada sejak 2001. Hingga saat ini, jumlah mahasiswa program tersebut mencapai 433 orang. Sedangkan, dua program studi lainnya diselenggarakan sejak tiga tahun lalu.
Dijelaskan Mujib, kurikulum yang dikembangkan di STAINU Jakarta mengacu pada kurikulum yang ditetapkan Kementerian Agama RI. Namun, khusus mata kuliah keagamaan, diarahkan pada penguasaan kitab-kitab kuning. Selain itu, STAINU Jakarta juga menambahkan kuliah khusus, yaitu ahlussunnah wal jama'ah dan ke-NU-an.
STAINU Jakarta dirintis sejak 1998. Setahun beriunya, keluar izin operasional dari Kementerian Agama. Saat ini, menurut Mujib, niat untuk menambah status STAINU menjadi universitas semakin kuat. "InsyaAllah bisa tahun ini".
Sumber ; E-paper Republika
0 comments:
Tulis komentar dengan menggunakan kata-kata yang baik, jaga sopan-santun dan sertakan Identitas secara jujur.
Terima kasih atas pengertian Anda ! Junjung tinggi Akhlaqul Karimah