SITUBONDO - Suasana Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukerejo Situbondo tampak lain
tidak seperti biasanya. Hal tersebut disebabkan karena Keluarga
pesantren terbesar di Kabupaten Situbondo tersebut tengah melangsungkan
pernikahan cucu Kiai Kharismatik dan tokoh NU, yaitu KH R As’ad Syamsul
Arifin pada hari Sabtu (11/5) di PP Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo.
Mempelai yang menikah adalah pengganti alm. KH R Fawaid, yaitu KH Azaim Ibrohimy Dhafir cucu dari alm. KH R As’ad Syamsul Arifin yang menikah dengan Ny Hj Nor Sari As’adiyyah putri alm KH R Fawaid As’ad.
Pada acara tersebut, KH Hasyim Muzadi didaulat untuk memberikan tausiyah kepada para undangan. Dalam sambutannya, ia menyampaikan wasiat alm KH R Fawaid As’ad, yang mengatakan bahwa tantangan NU ke depan semakin besar, sementara NU kian lama semakin kecil. Oleh karena itu, NU minimal harus hidup di tiga poros, yaitu di Kabupaten Bangkalan, Tebuireng dan Sukorejo.
“Alasannya adalah, kalau di Bangkalan ada alm KH Kholil, di Tebuireng ada alm. KH Hasyim Asy’ari dan Gus Dur, dan di Sukorejo ini KH R As’ad, yang mana mereka adalah kiai kharismatik yang membesarkan NU tanpa kenal lelah. Harapannya, NU benar-benar menjadi kebangkitan para ulama bukan naumul ulama’,” lanjutnya.
Kemudian ia berpesan kepada mempelai berdua, agar supaya menjadi pemimpin yang sukses dalam membawa keluarga, sehingga menjadi kelurga sakinah mawaddah wa rahmah, melalui prinsip wa’asiruhunna bil ma’ruf.
“Mengenai banyak tidaknya keturunan tergantung kepada kecepatan, ketepatan dan keterampilan,” yang disertai dengan tawa para undangan.
Mempelai yang menikah adalah pengganti alm. KH R Fawaid, yaitu KH Azaim Ibrohimy Dhafir cucu dari alm. KH R As’ad Syamsul Arifin yang menikah dengan Ny Hj Nor Sari As’adiyyah putri alm KH R Fawaid As’ad.
Pada acara tersebut, KH Hasyim Muzadi didaulat untuk memberikan tausiyah kepada para undangan. Dalam sambutannya, ia menyampaikan wasiat alm KH R Fawaid As’ad, yang mengatakan bahwa tantangan NU ke depan semakin besar, sementara NU kian lama semakin kecil. Oleh karena itu, NU minimal harus hidup di tiga poros, yaitu di Kabupaten Bangkalan, Tebuireng dan Sukorejo.
“Alasannya adalah, kalau di Bangkalan ada alm KH Kholil, di Tebuireng ada alm. KH Hasyim Asy’ari dan Gus Dur, dan di Sukorejo ini KH R As’ad, yang mana mereka adalah kiai kharismatik yang membesarkan NU tanpa kenal lelah. Harapannya, NU benar-benar menjadi kebangkitan para ulama bukan naumul ulama’,” lanjutnya.
Kemudian ia berpesan kepada mempelai berdua, agar supaya menjadi pemimpin yang sukses dalam membawa keluarga, sehingga menjadi kelurga sakinah mawaddah wa rahmah, melalui prinsip wa’asiruhunna bil ma’ruf.
“Mengenai banyak tidaknya keturunan tergantung kepada kecepatan, ketepatan dan keterampilan,” yang disertai dengan tawa para undangan.
Hadir dalam acara tersebut para habaib, ulama’, kiai, para pejabat
pemerintah pusat, propinsi maupun daerah. Tak kalah pentingnya adalah,
hadirnya tokoh NU seperti KH Muchid Muzadi (Mustasyar PBNU), KH Hasyim
Muzadi (Rais Syuriyah PBNU), KH Bashori Alwi (PPIQ Malang), KH Ihya’
Ulumuddin, KH Nawawi Abdul Jalil (Pengasuh PP Sidogiri), KH Zuhri Zaini
(Pengasuh PP Nurul Jadid), KH Baysir (PP Annuqayah Guluk-guluk Sumenep),
H Saifullah Yusuf (Gus Ipul) dan Jajaran PWNU Jawa Timur.
Redaktur : Mukafi Niam
Kontributor: Hasan Baharun
Kontributor: Hasan Baharun
0 comments:
Tulis komentar dengan menggunakan kata-kata yang baik, jaga sopan-santun dan sertakan Identitas secara jujur.
Terima kasih atas pengertian Anda ! Junjung tinggi Akhlaqul Karimah