KUDUS - Di tengah kemajemukan,
konsep Piagam Madinah pada zaman Nabi Muhammad Saw bisa menjadi
inspirasi membangun bangsa Indonesia. Nilai-nilai Piagam Madinah sangat
relevan untuk memecahkan berbagai persoalan yang terjadi pada bangsa
penuh keberagaman ini.
Pernyataan tersebut disampaikan Dosen Universitas Islam Nahdlatul Ulama (Unisnu) Jepara Dr. Mashudi, M.Ag dalam seminar membumikan Islam Rahmatal lil Alamin; membendung Radikalisme dan Kekerasan atas nama agama yang diadakan PC PMII Kudus di RM Bambu Wulung Kudus, Senin sore (29/7).
Dalam pemaparannya, Mashudi mengatakan, isi Piagam Madinah sangat indah yang berhasil menghimpun berbagai suku, agama, melindungi minoritas, musyawarah \dan seterusnya. Konsep ini sangat mungkin diterapkan pada bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai agama ini sehingga terdapat kesatuan-kesatuan yang kokoh.
“Dengan demikian, akan muncul konsep umat Islam, umat Kristiani, umat Budha,Umat Hindu dan umat Kong Hu Cu yang terangkai dalam kesatuan bangsa. Hal ini akan menjadi gambaran yang sangat indah di bumi nusantara ini,”paparnya.
Menurut Mashudi, istilah Piagam Madinah sangat mungkin terjadi di Indonesia. Namun,konsep demikian tidak bernama Islamic state, tetapi Pancasila state sebagaimana yang telah dirumuskan oleh para tokoh pendahulu bangsa ini.
“Tentang isu negara Islam bagi bangsa Indonesia sudah jelas bahwa Pancasil, UUD 1945 dan NKRI adalah harga mati. Meskipun begitu, masih muncul persoalan yang terjadi sehingga konsep piagam madinah bisa menjadi inspirasi membangun Indonesia,”tandasnya lagi.
Ia yang juga dosen IAIN Walisongo Semarang ini menilai munculnya berbagai teror dan sikap radikal yang melanda sebagian umat Islam sedikit banyak akan berimbas pada Islam dan umatnya. Akibatnya, konsep umat yang semestinya menyatukan , menghimpun sesuatu yang terserak-serak, menggerakkan dan mengarahkan pada satu tujuan tertentu yang mulia akan sulit terwujud
“Sebaliknya yang tampak justru hanya bersifat slogan, konsep, teoritik belaka tanpa bukti. Konsep umat yang mestinya menggambarkan adanya kesatuan kokoh, kebersamaan saling mengenal, menghargai dan mencintai serta tolong menolong, pada kenyataannya tidak mudah dicari di mana letaknya,”papar Mashudi.
Pada hakekatnya, kata dia, masyarakat Indonesia menyadari kemajemukan dan keragman, baik suku, agama, budaya maupun ras. Namun seringkali kemajemukan tersebut menjadi kekuatan karena bisa menjadi nilai lebih untuk memperkaya bangunan fondasi nasionalisme bangsa.
“Namun disisi lain dapat berpotensi ancaman yang serius bagi integrasi nasional jika terjadi disharmoni.Karenanya setiap upaya untuk mewujudkan harmoni dan integrasi nasional seharusnya tidak boleh berhenti,” katanya.
Ia mengatakan, peran tokoh agama menjadi penting dan strategis dalam eminimalisir munculnya konflik, memelihara ketertiban dan keamanan. Kadangkala pemerintah tidak bisa dilakukan tetapi tokoh masyarakat (agama) melakukannya dengan baik.
“Pada umumnya, tokoh masyaraat memilki peran sebagai pelestari norma-norma lama (tradisional) yang sangat ampuh untuk dijadikan sebagai mekanisme kontrol dalam menghadapi perubahan,”ungkap Mashudi.
Redaktur : A. Khoirul Anam
Kontributor : Qomarul Adib
Pernyataan tersebut disampaikan Dosen Universitas Islam Nahdlatul Ulama (Unisnu) Jepara Dr. Mashudi, M.Ag dalam seminar membumikan Islam Rahmatal lil Alamin; membendung Radikalisme dan Kekerasan atas nama agama yang diadakan PC PMII Kudus di RM Bambu Wulung Kudus, Senin sore (29/7).
Dalam pemaparannya, Mashudi mengatakan, isi Piagam Madinah sangat indah yang berhasil menghimpun berbagai suku, agama, melindungi minoritas, musyawarah \dan seterusnya. Konsep ini sangat mungkin diterapkan pada bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai agama ini sehingga terdapat kesatuan-kesatuan yang kokoh.
“Dengan demikian, akan muncul konsep umat Islam, umat Kristiani, umat Budha,Umat Hindu dan umat Kong Hu Cu yang terangkai dalam kesatuan bangsa. Hal ini akan menjadi gambaran yang sangat indah di bumi nusantara ini,”paparnya.
Menurut Mashudi, istilah Piagam Madinah sangat mungkin terjadi di Indonesia. Namun,konsep demikian tidak bernama Islamic state, tetapi Pancasila state sebagaimana yang telah dirumuskan oleh para tokoh pendahulu bangsa ini.
“Tentang isu negara Islam bagi bangsa Indonesia sudah jelas bahwa Pancasil, UUD 1945 dan NKRI adalah harga mati. Meskipun begitu, masih muncul persoalan yang terjadi sehingga konsep piagam madinah bisa menjadi inspirasi membangun Indonesia,”tandasnya lagi.
Ia yang juga dosen IAIN Walisongo Semarang ini menilai munculnya berbagai teror dan sikap radikal yang melanda sebagian umat Islam sedikit banyak akan berimbas pada Islam dan umatnya. Akibatnya, konsep umat yang semestinya menyatukan , menghimpun sesuatu yang terserak-serak, menggerakkan dan mengarahkan pada satu tujuan tertentu yang mulia akan sulit terwujud
“Sebaliknya yang tampak justru hanya bersifat slogan, konsep, teoritik belaka tanpa bukti. Konsep umat yang mestinya menggambarkan adanya kesatuan kokoh, kebersamaan saling mengenal, menghargai dan mencintai serta tolong menolong, pada kenyataannya tidak mudah dicari di mana letaknya,”papar Mashudi.
Pada hakekatnya, kata dia, masyarakat Indonesia menyadari kemajemukan dan keragman, baik suku, agama, budaya maupun ras. Namun seringkali kemajemukan tersebut menjadi kekuatan karena bisa menjadi nilai lebih untuk memperkaya bangunan fondasi nasionalisme bangsa.
“Namun disisi lain dapat berpotensi ancaman yang serius bagi integrasi nasional jika terjadi disharmoni.Karenanya setiap upaya untuk mewujudkan harmoni dan integrasi nasional seharusnya tidak boleh berhenti,” katanya.
Ia mengatakan, peran tokoh agama menjadi penting dan strategis dalam eminimalisir munculnya konflik, memelihara ketertiban dan keamanan. Kadangkala pemerintah tidak bisa dilakukan tetapi tokoh masyarakat (agama) melakukannya dengan baik.
“Pada umumnya, tokoh masyaraat memilki peran sebagai pelestari norma-norma lama (tradisional) yang sangat ampuh untuk dijadikan sebagai mekanisme kontrol dalam menghadapi perubahan,”ungkap Mashudi.
Redaktur : A. Khoirul Anam
Kontributor : Qomarul Adib
0 comments:
Tulis komentar dengan menggunakan kata-kata yang baik, jaga sopan-santun dan sertakan Identitas secara jujur.
Terima kasih atas pengertian Anda ! Junjung tinggi Akhlaqul Karimah