JAKARTA - Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj menyatakan bahwa warga NU harus
merasa bangga akan dirinya sendiri, bahwa ajaran dan cara berbangsa yang
dijalani sudah benar.
Hal ini disampaikan ketika memberi sambutan pada rapat kerja nasional Ikatan Sarjana NU (ISNU) di Wisma Makara UI Depok, Jum’at 13 September 2013.
Ajaran NU, bersumber dari ajaran Rasulullah, melalui para ulama yang diakui otoritas keilmuannya.
Dikatakannya, dalam perkembangan Islam, rujukan pertama adalah Rasulullah. Ketika Nabi masih hidup, segala persoalan yang dihadapi masyarakat langsung diputuskannya. Setelah Rasulullah meninggal, maka, para Sahabat, Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali menjadi teladan dan sumber penyelesaian berbagai persoalan yang dihadapi umat Islam. Tetapi dalam generasi selanjutnya, para ulama yang mempelajari ilmu-ilmu agama yang menjadi menjadi panutan.
“Kebenaran ada pada ilmunya ulama, bukan pada figur ulama, dan hanya dengan ilmu kita raih kebenaran (dari tuhan),” katanya.
Yang membedakan ajaran Ahlusunnah wal Jamaah dengan Syiah, katanya, adalah kelompok sunni mengakui kebenaran yang disampaikan oleh semua sahabat, sedangkan Syiah hanya mengakui kebenaran yang disampaikan oleh Ali dan ahlul bait.
Ia juga mengkritisi jargon “kembali kepada Al-Qur’an” yang memaknai kitab suci tersebut secara tekstual, padahal untuk membaca dan memahaminya, diperlukan perangkat keilmuan lain, diantaranya ushul fikih, yang diciptakan oleh Imam Syafii. Jika tidak memahami ilmu pendukung, makna yang diberikan bisa bersifat fatal.
Selain itu, NU juga menjunjung tinggi ilmu tasawuf, yang melihat persoalan dengan hati. Ia menolak anggapan bahwa tasawuf yang menyebabkan kemunduran umat Islam. Faktanya, gelar sufi pertama diberikan kepada Jabir bin Hayyan, penemu ilmu Kimia. Tokoh sufi besar lainnya adalah Umar bin Abdul Aziz, raja yang sangat adil dan Hasan al Basri, seorang ulama di era tabiin. (mukafi niam)
Foto: Antara
Hal ini disampaikan ketika memberi sambutan pada rapat kerja nasional Ikatan Sarjana NU (ISNU) di Wisma Makara UI Depok, Jum’at 13 September 2013.
Ajaran NU, bersumber dari ajaran Rasulullah, melalui para ulama yang diakui otoritas keilmuannya.
Dikatakannya, dalam perkembangan Islam, rujukan pertama adalah Rasulullah. Ketika Nabi masih hidup, segala persoalan yang dihadapi masyarakat langsung diputuskannya. Setelah Rasulullah meninggal, maka, para Sahabat, Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali menjadi teladan dan sumber penyelesaian berbagai persoalan yang dihadapi umat Islam. Tetapi dalam generasi selanjutnya, para ulama yang mempelajari ilmu-ilmu agama yang menjadi menjadi panutan.
“Kebenaran ada pada ilmunya ulama, bukan pada figur ulama, dan hanya dengan ilmu kita raih kebenaran (dari tuhan),” katanya.
Yang membedakan ajaran Ahlusunnah wal Jamaah dengan Syiah, katanya, adalah kelompok sunni mengakui kebenaran yang disampaikan oleh semua sahabat, sedangkan Syiah hanya mengakui kebenaran yang disampaikan oleh Ali dan ahlul bait.
Ia juga mengkritisi jargon “kembali kepada Al-Qur’an” yang memaknai kitab suci tersebut secara tekstual, padahal untuk membaca dan memahaminya, diperlukan perangkat keilmuan lain, diantaranya ushul fikih, yang diciptakan oleh Imam Syafii. Jika tidak memahami ilmu pendukung, makna yang diberikan bisa bersifat fatal.
Selain itu, NU juga menjunjung tinggi ilmu tasawuf, yang melihat persoalan dengan hati. Ia menolak anggapan bahwa tasawuf yang menyebabkan kemunduran umat Islam. Faktanya, gelar sufi pertama diberikan kepada Jabir bin Hayyan, penemu ilmu Kimia. Tokoh sufi besar lainnya adalah Umar bin Abdul Aziz, raja yang sangat adil dan Hasan al Basri, seorang ulama di era tabiin. (mukafi niam)
Foto: Antara
0 comments:
Tulis komentar dengan menggunakan kata-kata yang baik, jaga sopan-santun dan sertakan Identitas secara jujur.
Terima kasih atas pengertian Anda ! Junjung tinggi Akhlaqul Karimah