Oleh: Ustadz Muhammad Ma'ruf Khozin (Narasumber Hujjah Aswaja di TV9, Ketua Lembaga Bahtsul Masaail NU Surabaya dan Anggota LBM PWANU Jawa Timur)
Urgensi khilafah dalam ranah politik Islam sebagai simbol pemersatu kaum Muslimin dan lambang kejayaan umat Islam di masa silam memang benar. Para ulama telah memaparkan pentingnya khilafah serta segala hal yang terkait dengannya dalam kitab-kitab mereka. Tetapi lebih penting dari itu, harus dijelaskan pula bahwa khilafah bukan termasuk rukun iman dan bukan pula rukun Islam.
Hujjatul Islam al-Ghazali berkata: “Kajian tentang imamah (khilafah) bukan termasuk hal yang penting. Ia juga bukan termasuk bagian studi ilmu rasional, akan tetapi termasuk bagian dari ilmu fikih (ijtihad ulama). Kemudian masalah imamah berpotensi melahirkan sikap fanatik. Orang yang menghindar dari menyelami soal imamah lebih selamat dari pada yang menyelaminya, meskipun ia menyelaminya dengan benar, dan apalagi ketika salah dalam menyelaminya”. (al-Iqtishad fi al-I’tiqad, (Beirut: al-Hikmah, 1994), hal. 200, (edisi Muwaffaq Fauzi al-Jabr).
Fatwa al-Azhar juga menegaskan bahwa: “Sistem khilafah, imarah, pemerintahan, presiden republik dan lainnya adalah sekedar sebuah istilah, bukan termasuk nama dalam agama dan bukan hukum agama” (Fatawa al-Azhar 7/359)
Usia Khilafah Hanya 30 Tahun
Sabda Rasulullah bukanlah sekedar ucapan yang berdasarkan nafsu, melainkan berdasakan wahyu kepadanya (al-Najm: 3-4), dalam masalah Khilafah Rasulullah telah membatasinya dengan masa, tidak berlaku untuk selamanya. Rasulullah Saw bersabda: “al-Khilafatu fi ummatii tsalaatsuna sanatan, tsumma mulkun ba’da dzalika”. Artinya: “Usia khilafah dalam umatku adalah 30 tahun, kemudian setelah itu adalah sistem kerajaan” (HR Ahmad No 21978 dan Turmudzi No 2226, ia mengatakan: ‘Hadis ini hasan’)
Kebenaran hadis ini telah diteliti oleh ahli hadis al-Hafidz as-Suyuthi, beliau mengatakan: “Masa Abu Bakar menjadi Khalifah adalah 2 tahun, 3 bulan dan 10 hari. Umar adalah 10 tahun, 6 bulan dan 8 hari. Utsman adalah 11 tahun, 11 bulan dan 9 hari. Ali adalah 4 tahun, 9 bulan dan 7 hari” (Tuhfat al-Ahwadzi Syarah Sahih Turmudzi 6/8). Jika digenapkan maka telah sesuai dengan hitungan Rasullah, yaitu sekitar 30 tahun
Kesalahan Memaknai Hadis Datangnya Khilafah
Hudzaifah berkata: “Sesungguhnya Nabi r bersabda: “Kenabian akan menyertai kalian selama Allah menghendakinya, kemudian Allah I mengangkat kenabian itu bila menghendakinya. Kemudian akan datang khilafah sesuai dengan jalan kenabian dalam waktu Allah menghendakinya. Kemudian Allah mengangkatnya apabila menghendakinya. Kemudian akan datang kerajaan yang menggigit dalam waktu yang Allah kehendaki. Kemudian Allah mengangkatnya apabila menghendakinya. Kemudian akan datang khilafah sesuai dengan jalan kenabian. Lalu Nabi r diam”.
Urgensi khilafah dalam ranah politik Islam sebagai simbol pemersatu kaum Muslimin dan lambang kejayaan umat Islam di masa silam memang benar. Para ulama telah memaparkan pentingnya khilafah serta segala hal yang terkait dengannya dalam kitab-kitab mereka. Tetapi lebih penting dari itu, harus dijelaskan pula bahwa khilafah bukan termasuk rukun iman dan bukan pula rukun Islam.
Hujjatul Islam al-Ghazali berkata: “Kajian tentang imamah (khilafah) bukan termasuk hal yang penting. Ia juga bukan termasuk bagian studi ilmu rasional, akan tetapi termasuk bagian dari ilmu fikih (ijtihad ulama). Kemudian masalah imamah berpotensi melahirkan sikap fanatik. Orang yang menghindar dari menyelami soal imamah lebih selamat dari pada yang menyelaminya, meskipun ia menyelaminya dengan benar, dan apalagi ketika salah dalam menyelaminya”. (al-Iqtishad fi al-I’tiqad, (Beirut: al-Hikmah, 1994), hal. 200, (edisi Muwaffaq Fauzi al-Jabr).
Fatwa al-Azhar juga menegaskan bahwa: “Sistem khilafah, imarah, pemerintahan, presiden republik dan lainnya adalah sekedar sebuah istilah, bukan termasuk nama dalam agama dan bukan hukum agama” (Fatawa al-Azhar 7/359)
Usia Khilafah Hanya 30 Tahun
Sabda Rasulullah bukanlah sekedar ucapan yang berdasarkan nafsu, melainkan berdasakan wahyu kepadanya (al-Najm: 3-4), dalam masalah Khilafah Rasulullah telah membatasinya dengan masa, tidak berlaku untuk selamanya. Rasulullah Saw bersabda: “al-Khilafatu fi ummatii tsalaatsuna sanatan, tsumma mulkun ba’da dzalika”. Artinya: “Usia khilafah dalam umatku adalah 30 tahun, kemudian setelah itu adalah sistem kerajaan” (HR Ahmad No 21978 dan Turmudzi No 2226, ia mengatakan: ‘Hadis ini hasan’)
Kebenaran hadis ini telah diteliti oleh ahli hadis al-Hafidz as-Suyuthi, beliau mengatakan: “Masa Abu Bakar menjadi Khalifah adalah 2 tahun, 3 bulan dan 10 hari. Umar adalah 10 tahun, 6 bulan dan 8 hari. Utsman adalah 11 tahun, 11 bulan dan 9 hari. Ali adalah 4 tahun, 9 bulan dan 7 hari” (Tuhfat al-Ahwadzi Syarah Sahih Turmudzi 6/8). Jika digenapkan maka telah sesuai dengan hitungan Rasullah, yaitu sekitar 30 tahun
Kesalahan Memaknai Hadis Datangnya Khilafah
Hudzaifah berkata: “Sesungguhnya Nabi r bersabda: “Kenabian akan menyertai kalian selama Allah menghendakinya, kemudian Allah I mengangkat kenabian itu bila menghendakinya. Kemudian akan datang khilafah sesuai dengan jalan kenabian dalam waktu Allah menghendakinya. Kemudian Allah mengangkatnya apabila menghendakinya. Kemudian akan datang kerajaan yang menggigit dalam waktu yang Allah kehendaki. Kemudian Allah mengangkatnya apabila menghendakinya. Kemudian akan datang khilafah sesuai dengan jalan kenabian. Lalu Nabi r diam”.
Menurut sebagian kalangan, hadits Hudzaifah di atas telah membagi kepemimpinan umat Islam pada 5 fase. Pertama, fase kenabian yang dipimpin langsung oleh Nabi r. Kedua, fase khilafah yang sesuai dengan minhaj al-nubuwwah yang dipimpin oleh Khulafaur Rasyidin. Ketiga dan keempat fase kerajaan yang diktator dan otoriter. Kelima, fase khilafah al-nubuwwah yang sedang dinanti-natikan kalangan tertentu.
Asumsi tentang hadits ini adalah tidak benar. Karena menurut semua ulama, yang dimaksud dengan kabar gembira (bisyarah) khilafah al-nubuwwah pada fase kelima dalam hadits di atas adalah khilafahnya Umar bin Abdul Aziz (wafat 101 H). Di antara ulama tersebut 1) al-Imam Ahmad bin Hanbal, 2) Abu Bakar al-Bazzar, 3) Abu Dawud al-Thayalisi, 4) Abu Nu’aim al-Ashfihani, 5) al-Hafizh al-Baihaqi, 6) al-Hafizh Ibn Rajab al-Hanbali, 7) al-Hafizh Jalaluddin al-Suyuthi, dan Syaikh Yusuf bin Isma’il al-Nabhani.
Syaikh Yusuf bin Ismail al-Nabhani al-Asy’ari al-Syafi’i, ulama Sunni, kakek Syaikh Taqiyyudin al-Nabhani, pendiri Hizbut Tahrir, menyebutkan dalam kitabnya, Hujjatullah ‘ala al-’Alamin fi Mu’jizat Sayyid al-Mursalin, hal. 527, bahwa yang dimaksud dengan khilafah al-nubuwwah dalam hadits Hudzaifah tersebut adalah khilafahnya Umar bin Abdul Aziz.
Pandangan para ulama diatas telah sesuai dengan redaksi hadis yang sering sengaja tidak disampaikan sebagai lanjutan riwayat diatas. Yaitu setelah Umar bin Abdul Aziz menjadi Khalifah, maka Yazid bin Nu’man berkata kepadanya: “Saya harap Umar bin Abdul Aziz sebagai Amir al-Mu’minin (Khalifah) setelah masa raja yang otoriter”. Kemudian Umar bin Abdul Aziz senang dengan hal itu dan mengaguminya (HR Ahmad 4/273)
Hadis Tentang Banyaknya Pemimpin Umat Islam
Abu Hazim berkata: “Saya belajar kepada Abu Hurairah selama lima tahun. Aku pernah mendengarnya menyampaikan hadits dari Nabi r yang bersabda: “Kaum Bani Israil selalu dipimpin oleh para nabi. Setiap ada nabi meninggal, maka akan diganti oleh nabi berikutnya. Sesungguhnya tidak ada nabi sesudahku. Dan akan ada para khalifah yang banyak.” Mereka bertanya: “Apakah perintahmu kepada kami?” Beliau menjawab: “Penuhilah dengan membai’at yang pertama, lalu yang pertama. Penuhilah kewajiban kalian terhadap mereka, karena sesungguhnya Allah akan menanyakan mereka tentang apa yang menjadi tanggung jawab mereka” (HR Muslim No 1842)
Al-Hafizh Ahmad bin al-Shiddiq al-Ghumari (Ulama Sunni), menjelaskan dalam kitabnya, Muthabaqat al-Ikhtira’at al-’Ashriyyah limaa Akhbara bihi Sayyid al-Bariyyah, hal. 43, bahwa Nabi r telah mengabarkan, “Umat Islam akan dipimpin oleh banyak penguasa (tanpa penguasa tunggal).”
Bahtsul Masail Tentang Khilafah
Para ulama di Jatim telah melakukan Bahtsul Masail (seperti Komisi Fatwa MUI) tentang Khilafah di Pondok Pesantren Zainul Hasan, Genggong Pajarakan Probolinggo, 21-23 Syawal 1428 H. / 02-04 Nopember 2007. Keputusannya menyatakan secara tegas, bahwa Tidak ada dalil nash yang mewajibkan berdirinya khilafah, karena keberadaan sistem khilafah adalah bentuk ijtihadiyah.
Dalil empirisnya adalah sebelum Rasulullah Saw wafat sama sekali tidak ada wasiat tentang siapa calon Khalifah (pengganti Nabi) dan bagaimana sistem itu dijalankan. Ternyata Rasulullah menyerahkan kepada para sahabat itu untuk menentukan sistem yang akan dijalankannya sepeninggal Raulullah Saw.
Kejayaan Islam Bukan Karena Khilafah
Point utama kejayaan Islam bukan karena khilafah, kalaupun karena khilafah itu tidak lepas dari kehebatan personal dan pribadi para Khulafa’ ar-Rasyidin yang banyak dipuji oleh Rasulullah dalam hadis-hadis sahih. Namun secara umum Rasulullah memberi penjelasan yang indah: “Inna shalaaha awwali hadzihi al-ummati bi az-zahaadati wa al-yaqiini wa halaakuhaa bi al-bukhli wa al-amali”. Artinya: “Sungguh kejayaan generasi awal umat ini adalah dengan sifat zuhud (tidak cinta dunia) dan keyakinan. Dan kehancuran generasi akhir umatku adalah dengan kikir dan angan-angan panjang” (HR Ahmad dalam az-Zuhd, Thabrani dan Baihaqi dari Amr bin Syuaib)
Penutup
Mengenang kembali dan bernostalgia tentang kejayaan Islam di masa Khalifah hanyalah semakin membuat mimpi yang tak berkesudahan. Sebab di samping pentingnya membuat sebuah sistem, ada hal yang jauh lebih penting, yaitu membentuk kesalehan individu, komunitas dan akhirnya akan terbangun kesalehan sosial, sebagaimana Rasulullah Saw telah berhasil menjadikan sahabat Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali sebagai pemimpin yang luar biasa hebatnya sebagai pengganti Rasulullah Saw.
Sementara dari segi dalil, mendirikan khilafah yang dikumandangkan saat ini bukanlah berdasarkan dalil yang pasti dan akurat, melainkan berdasarkan asumsi yang justru bertolak belakang dengan pendapat mayoritas ulama. Maka tepatkah mendirikan ‘sesuatu yang besar’ yang didasarkan pada pondasi agama yang rapuh?. (*)
seorang sosialis sejati pasti menginginkan negara sosialis kalau tidak, maka di pertanyakan aqidah sosialisnya. seorang kapitalis sejati pasti menginginkan negara kapitalis, kalau tidak maka di pertanyakan aqidah kapitalisnya. kalau ada umat islam yg menolak di terapkannya khilafah (bentuk negara dalam islam)maka........#awas virus liberal menggerogoti aqidah kaum muslim#
ReplyDeleteAsal tuduh, tanda intelektualitas yang sudah kalah.
Deleteemang nuduh apa (kalau anda berintelektual tunjukan kata2 yg asal tuduh) ? sebagai seorang muslim sejati udah jadi kewajiban untuk menerapkan syariat islam secara kaffah. ada syariat yg hanya bisa di terapkan oleh negara(qishos, hudud, dll). sesuai kaidah fiqih "maa laa yatimul waajib illaa bihi fahuwa waajib" maka mewujudkan negara yg menerapkan syariat islam (khilafah) menjadi wajib hukumnya. kalau non muslim menolak penerapan syariat islam itu wajar, tapi kalau seorang muslim yg nolak maka..... #awas virus liberal menggerogoti aqidah kaum muslim#
DeleteJika anda mengatakan Khilafah itu wajib, kemukakan dalilnya.
DeleteIslam bukan agama akal-akalan.
dalil di atas sangat jelas bagi orang yg berakal, buka ayat tentang qishos n hudud, pertanyaanya wajib gak ayat ini di terapkan ? siapa yg boleh menerapkan ?
Deletekalau mau lebih jelas biar Ulama NU diwah ini sendiri yg jelasin :
Habib Abdurrahman bin Husain Assegaf ( Sekjen Dewan Imamah Nusantara (DIN) ) Ulama NU dan FPI, Membantah Para Penolak Khilafah.
Konsistensi DIN terhadap perjuangan Syariah Ahlussunnah juga tampak dari keterlibatan beberapa ulama, habaib, kiai, dan tokoh Islam yang memang berpegang teguh pada akidah Ahlussunnah wal Jamaah. Beliau yang terlibat dalam proses perumusan sebagai Anggota Tetap adalah: Almarhum KH. Yusuf Hasyim (Jombang), KH Abdullah Faqih (Langitan), KH. Abdul Hamid Baidhowi (Lasem), Almarhum KH. Tijani Jauhari (Sumenep), KH. Nuruddin Marbu (Kalsel), KH. Najih Maimun Zuber (Sarang), KH. Syukron Makmun (Jakarta), Almarhum KH. Husein Umar (Jakarta), Hb. Tohir Abdullah Al Kaff (Tegal), Hb. M Rizieq Syihab (FPI Jakarta), Baba Abdul Aziz (Thailand), dan Ust. Abdul Halim Abbas (Malaysia).
Sementara sebagai pelaksana harian beranggotakan sepuluh orang sebagai berikut, Hb. Abdurrahman Assegaf (Pasuruan), KH. Ali Karrar Shonhaji (Pamekasan), Almarhum KH. Saiful Hukama’ (Pamekasan), KH. A Yahya Hamiddin (Sampang), KH. Misbah Sadat (Surabaya), KH. Luthfi Bashori Alwi (Malang), KH. Mahfudz Syaubari (Pacet), KH. Hidayatullah Muhammad (Pasuruan), KH. Luqman Hakim (Pasuruan), dan Hb. Ahmad Al Hamid (Malang).
Berikut perbincangan Artawijaya dari Sabili dengan Habib Abdurrahman Assegaf yang berlangsung di Pesantren Ihyaus Sunnah, Rejoso, Pasuruan, Jawa Timur, Ahad (18/11)
- Apa pandangan anda tentang penegakan Khilafah Islamiyyah?
Khilafah itu hukumnya wajib. Saking wajibnya para sahabat Rasulullah SAW lebih mementingkan pengangkatan Khalifah setelah beliau, daripada pemakaman beliau SAW. Jadi sebelum beliau dimakamkan, Khilafah diwajibkan. Ini bertujuan agar tidak ada kevakuman dalam kepemimpinan ummat Islam, karena mereka sebagai penentu pelaksanaan Syariat Islam pada ummatnya.
- Dalam konteks Indonesia, apakah Khilafah bisa ditegakkan?
Khilafah ini sifatnya dunia. Jadi kalau sekarang ini dunia Islam terpecah menjadi wilayah-wilayah, atau yang disebut sebagai negara-negara, itu seperti presiden-presiden, amir-amir, itu biasa saja. Tapi kalau terwujud Khalifah atau Imam, maka mereka (para kepala negara atau amir, red) itu harus menjadi kepanjangan tangan dari kebijakan Khilafah. Jadi spirit agama untuk bisa dilaksanakan oleh kepala-kepala negara itu datang dari imam. Jika Khilafah tegak, rujukan utama ummat Islam seluruh dunia dan para pemimpin di negara-negara Islam itu adalah Khalifah. Sekarang kita mengalami kehancuran begini, karena kita nggak pakai sistem Islam.
- Ada yang mengatakan system Khilafah bisa mengancam NKRI?
Itu kita nggak paham, pemahaman model begitu dapat dari mana? Justru Khilafah ini mempersatukan seluruh dunia Islam. Wilayah Islam yang tersekat-sekat, yang kecil-kecil itu justru menjadi bagian dari wilayah kekuasaan yang besar. Terlalu banyak dalil-dalil yang menyatakan soal wajibnya Khilafah. Sampeyan (Anda, red) bisa baca dalam kitab-kitab hadits atau kitab yang dikarang para ulama. Di kitab-kitab Ahlus Sunnah wal Jamaah itu banyak. Di pesantren-pesantren itu diajarkan. Kalau ada orang yang mengaku Ahlus Sunnah wal Jamaah, terus nggak tahu wajibnya Imam atau Khilafah, ya nggak tahu itu mereka belajar dari mana. Mungkin belajar dari Amerika.
lanjutan....
Delete- Forum Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama (NU) wilayah Jawa Timur dalam konferensi baru-baru ini menyatakan system Khilafah tidak ada ajarannya dalam Islam?
Itu mereka NU yang mana? Mereka mengklaim ulama NU yang mana? Kita semua yang ada di Dewan Imamah Nusantara ini ulama NU. Banyak kan orang-orang yang menyusup di NU, tapi mereka agen Amerika. Pemikirannya sekular, liberal dan pluralis.
- Bahtsul Masail NU Menyatakan konsep Khilafah tidak ada dalilnya dalam Al-Quran dan hadits, kecuali ijtihad para ulama dan sahabat?
Ini nggak perlu dijawab mereka ngomong begitu. Kalau kita jawab, berarti kita menganggap mereka pintar. Terlalu capek kita nanggapin mereka. Kalau kita jawab nanti bisa membesarkan mereka.
- Kenapa ada sebagian ulama NU khawatir terhadap gagasan Khilafah ini?
Ya, kalau sudah jadi agen Amerika, segala upaya untuk menerapkan Syariat Islam mereka tidak suka.
- Mereka menganggap system Khilafah tidak realistis…
Ya dengan segala macam alasan, mereka akan menjegal konsep Khilafah. Tujuan mereka agar ummat Islam tidak bisa menerapkan Syariat dalam konteks Syariat Islam itu diterapkan dalam system pemerintahan yang utuh. Sebagus apapun ajaran Islam, akan selalu dikesankan buruk oleh mereka. Mereka agen Amerika. Jadi kekhawatiran mereka terhadap konsep Khilafah karena ketakutan mereka terhadap penegakan Syariat Islam. Mereka membuat makar untuk menjegal penegakan Syariat Islam dan Khilafah. Karena kalau Syariat Islam dan Khilafah itu tegak, mereka merasa terancam. Kalau Syariat dan Khilafah tegak, agen Amerika terancam. Mereka yang bilang Syariat Islam tidak realistis it tidak mengerti ajaran Islam.
- Mereka takut jika Syariat Islam tegak, kepentingan mereka terganggu?
Iya jelas itu. Tidak mau melaksanakan Syariat Islam itu kepentingan Amerika, kepentingan barat.
- Apa yang harus dilakukan untuk menegakkan Khilafah
Sosialisasi kepada masyarakat umum. Kemudian ulama harus saling mendekat satu dengan yang lain. Ulama harus bersatu agar tidak mudah dipecah-pecah oleh musuh-musuh Ilsam. Ulama dan ummat juga harus bersatu. Harus saling menjaga hubungan. Perjuangan ini jangan dijadikan kerjaan sesaat, harus menjadi komitmen berkesinambungan. Kalau musuh-musuh Islam 24 jam tidak tidur untuk merusak Islam, ummat Islamn mestinya juga harus mengantisipasi 24 jam juga.
- Bagaimana menyikapi kelompok sekularis, pluralis dan liberalis (SEPILIS), khususnya yang kencang menolak penegakan Syariat Islam?
Saya kira dengan berkumpulnya ulama-ulama yang konsisten, menyatukan persepsi dan menyatukan langkah, itu secara psikologis akan berpengaruh besar terhadap ummat. Ummat akan dengan sendirinya terpengaruh untuk berjuang di semua lini. Ormas-ormas Islam akan berjuang di bidangnya masing-masing untuk berjuang menegakkan Syariat Islam. Seperti di Dewan Imamah, kita himpun ulama-ulama di situ, kita menghimpun kekuatan spiritual. Sekarang kita harus terus memperjuangkan spirit Islam dalam setiap lini.
- Bagaimana Anda melihat gejala liberalism yang melanda anak-anak muda NU?
Itu memang kenyataannya begitu. Agen-agen Amerika bergerak terus merusak akidah ummat Islam. Sudah bukan rahasia lagi, gejala liberalism ada di NU, Muhammadiyah dan lain-lain. Sekarang ummat Islam sudah melek dan siap menghadapi mereka. Para kiai di Jawa Timur itu saat ini merasa tertipu oleh keberadaan mereka, orang-orang liberal yang menyusup ke pesantren dan lembaga-lembaga Islam. Para kiai NU itu orang-orang baik, lugu-lugu, polos. Api kepolosan mereka dimanfaatkan oleh orang-orang jahat, orang-orang yang menjajakan paham liberal ke pesantren-pesantren. Sekarang banyak yang mengaku tamatan pesantren tapi pikirannya liberal, nyeleneh. #awas virus liberal menggerogoti aqidah kaum muslim#
Tanpa Khilafah pun Islam Bisa Jaya. Namun Jika Khalifah yg terpilih seperti Yazid bin Mu'awiyyah, justru akan sangat bahaya bagi Islam. Maka Habislah Ulama-ulama dibunuh karena tidak berpihak kepadanya. padahal apa yg dilakukan khalifah bertentangan dengan Perintah Allah SWT dan Rasul-NYA.
ReplyDeletetunjukan buktinya islam bisa jaya tanpa khilafah, jangan asal koment. anda tau bedanya khilafah dgn kholifah ? kalau di indonesia yg pada nyolong, korupsi, mabuk, judi,dll adalah kebanyakan orang islam jangan salahkan islamnya. dalam perjalannya sejarah khilafah hingga keruntuhannya tahun 1924 pada masa turki usmani memang penuh dengan kisah yg berwarna warni. namun itu tidak menggugurkan kewajiban tegakknya khilafah, dan sejarah tidak dapat menjadi sumber hukum.
DeleteHanya ada satu bentuk pemerintahan yang mau menerima hukum islam secara kaffah atau totalitas yaitu khilafah. Tidak mungkin bentuk pemerintahan republik yang menganggap seluruh agama benar itu mau menerapkan sistem islam secara kaffah yang ada hanya sebagian sebagian saja.
ReplyDelete