YOGYAKARTA - Jika ingin sukses, jadilah seperti tanda i’rab rafa’ yang berjumlah empat, yakni dhammah, wawu, alif dan nun.
Hal tersebut diungkapkan oleh KH Ahmad Sadid Jauhari dalam kesempatan mengisi mauidhah hasanah, Selasa (18/6), dalam acara haflah al-tasyakkur lil ikhtitam XIV, di Pesantren Al-Luqmaniyyah Yogyakarta.
Dalam percatuan ilmu Nahwu, tanda i’rab rafa’ memang dikenal ada empat, yakni dhammah, wawu, alif dan nun. Namun siapa sangka, ditangan Kiai Ahmad Sadid Jauhari, keempat alamat rafa’
tersebut tidak hanya sekedar sebuah tulisan ‘mati’, akan tetapi juga
memiliki sebuah makna filosofi yang dapat digunakan sebagai pijakan
meraih kesuksesan.
Lantas, Kiai Ahmad Sadid Jauhari pun menjelaskan dengan gamblang tentang makna dari keempat tanda I’rab rafa’ tersebut.
Pertama, dhammah. Kata “dhammah” merupakan mashdar dari fi’il “dhamma-yadhummu”, yang artinya mengumpulkan. Dhammah dalam i’rab rafa’ bertempat pada isim mufrad dan jama’ taksir. “Maka, hal pertama yang harus kita lakukan adalah bersatu atau kompak,” ungkap KH Ahmad Sadid malam itu.
Kedua, wawu. Secara tulisan, huruf wawu memiliki bentuk penulisan yang melengkung atau merunduk. “Artinya adalah, kita harus tawadhu’ atau rendah hati. Dan rendah hati itu berangkat dari kekompakan,” paparnya.
“Tawadhu’ itu penting. Cobaannya orang alim adalah, jika dia merasa dia adalah orang alim,” tambahnya.
Ketiga, alif. Alif memiliki bentuk yang tegak lurus.
Artinya, dalam mencapai kesuksesan dibutuhkan sifat jujur, amanah dan
tegas. KH Ahmad Sadid mencontohkan sosok Umar Ibn Khattab sebagai
gambaran sosok yang paling tegas dan amanah.
“Umar adalah contoh yang paling tegas dan amanah. Walaupun menjabat
Khalifah selama 10 tahun, namun ketika meninggal tidak meninggalkan
warisan. Kondisi ini berbeda dengan para pemimpin di Indonesia,” ungkap
sosok yang sekaligus pengasuh Pesantren Assunniyyah Jember malam itu.
KH Ahmad Sadid menambahkan, bahwa ada tiga penyakit yang telah siap
menggerogoti umat islam, terutama NU. “Ketiga hal tersebut adalah
Syi’ah, Wahabi, dan Islam Liberal,” imbuhnya.
Jika ketiga hal; dhammah, wawu, dan alif tersebut telah dilaksanakan, maka tinggal tersisa tanda yang keempat, yakni nun. Nun, secara penulisan merupakan perumpamaan orang yang berdo’a sembari mengangkat kedua tangannya ke atas.
“Tulisan huruf nun itu seperti orang yang berdo’a. maka kita
juga harus berdo’a, dan Allah tidak menyia-nyiakan orang yang
mengangkat kedua tangannya ketika berdo’a,” tandasnya.
Selain menyampaikan makna filosofi empat tanda I’rab rafa’, KH
Ahmad Sadid juga menjelaskan bahwa sistem yang digunakan pesantren
adalah boarding school, dimana ustadz dan santri hidup bersama.
Sehingga, segala tingkah laku ustadz akan ditiru oleh santrinya.
Ia menambahkan, bahwa gaya hidup yang dilakukan oleh ahlus sufah pada zaman Nabi Muhammad SAW dahulu, merupakan cikal bakal gaya pesantren yang dicontohkan oleh Rasul, yakni sistem full-time pelajaran, mengutamakan kesederhanaan, dan menjadikan segala tingkah laku nabi Muhammad sebagai pelajaran.
“Barangkali, ini hanya ada di pesantren. Dan pesantren adalah benteng
terakhir Islam yang ada di Indonesia,” ungkap KH Ahmad Sidad.
Sementara itu, KH Khudhori Abdul Aziz, yang menyampaikan sambutan
atas nama pengasuh, memberikan nasehat tentang tiga cara, yakni cara
agar menjadi pintar, cara agar ilmu menjadi manfaat, dan cara agar ilmu
barakah.
"Pertama, kalau ingin pintar, belajar yang rajin. Kedua, kalau ingin ilmunya manfaat, harus memperbanyak riyadhah dan mujahadah. Ketiga, kalau ingin ilmunya barakah, maka harus berkhidmah kepada pesantren, baik berupa harta maupun tenaga,” paparnya.
Redaktur : Mukafi Niam
Kontributor: Dwi Khoirotun Nisa’
Kontributor: Dwi Khoirotun Nisa’
0 comments:
Tulis komentar dengan menggunakan kata-kata yang baik, jaga sopan-santun dan sertakan Identitas secara jujur.
Terima kasih atas pengertian Anda ! Junjung tinggi Akhlaqul Karimah