JAKARTA - Warga NU harus bangga dan mantap dengan semua amalan atau tradisi
keagamaan yang dijalankan. Tak perlu menghiraukan kicauan kelompok yang
gemar menuding bid’ah karena semua amalan dan tradisi itu ada dalilnya.
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj
menyampaikan hal itu di hadapan mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Islam
Nahdlatul Ulama (STAINU) Jakarta dalam kegiatan Kuliah Umum di Aula
gedung PBNU, Kamis (17/10).
Kang Said, memulai penjelasan dengan membahas bab Sunnah Nabi. Dijelaskannya, sunnah itu terbagi menjadi 3 bagian, yaitu sunnah qauliyah (ucapan), sunnah fi`liyah (perilaku/pekerjaan) dan sunnah taqririyyah (pembenaran).
Ia menekankan penjelasan tentang sunnah taqririyah. “Kalau yang melakukan itu orang lain dan telah mendapatkan pembenaran dari Rasulullah, mendapat legitimasi, maka menjadi sunnah taqririyyah,” jelasnya.
“Contoh, sahabat Bilal setelah wudlu melakukan shalat dua rakaat lalu
Nabi malah tanya itu, shalat apa Bilal? Shalat ba’diyah wudu. Lalu
kata Nabi, ya kamu benar, ayo kita menjalankan itu,” papar Kang Said di
hadapan ratusan mahasiswa STAINU Jakarta.
Contoh yang paling penting, lanjut Kang Said, banyak sahabat yang
memberikan pujian dan sanjungan kepada Rasulullah, lalu Rasulullah
membenarkan hal itu, padahal Rasulullah tidak pernah memuji diri sendiri
dan tidak pernah memberikan perintah itu. Ketika para sahabat memuji
dan menyanjung Rasulullah, beliau membenarkan, seandainya hal itu tidak
benar, pasti Rasulullah melarangnya.
“Contoh ada seorang penyair namanya Ka`ab Bin Zuhair memuji-muji Nabi
setinggi langit, engkau orang hebat, engkau orang mulia, orang engkau
orang yang gagah berani, engkau orang luar biasa,” tukas Kang Sadi
sambil membaca syi`irnya Ka`ab Bin Zuhair
Kalau memuji-muji itu salah, tambah Kang Said, itu pasti dilarang.
Rasulullah tidak melarangnya malahan Ka`ab Bin Zuhair diberi
kenang-kenangan berupa selimut bergaris-garis (burdah) yang sedang dipakai oleh Rasulullah.
“Kalau nggak percaya, selimut itu masih ada di Museum
Topkapi, Istambul, Turki, fakta masih ada, saya dua kali sudah lihat,
jadi memuji-muji Nabi Muhammad, baca Diba, Barjanzi, Syarfulanam,
Simtudduror, Burdah lilbusaeri, itu sunnah, bukan bid`ah!” tegasnya
Untuk memantapkan penjelasan sunnah taqririyah ini, Kang Said
melanjutkannya dengan persoalan tawasul. Diceritakan, Suku Mudhar sedang
dilanda paceklik selama 7 tahun karena tidak ada air, tidak
ada gandum, untuk mengatasi hal itu tokoh-tokoh Suku Mudhar yang
dipimpin oleh Labid Bin Rabi`ah datang menghadap kepada Rasulullah di
Madinah, Rasulullah pun bertanya kepada rombongan ini.
“Ada apa datang kemari? Ataina, kami datang kepadamu, litarhamana, agar Engkau merahmati kami, jadi orang ini minta rahmat sama Rasulullah, bukan sama Allah. Kalau salah, pasti dilarang, enggak tuh, enggak dilarang,” tegas Kang Said seraya membaca syiiran Arab yang dibawakan oleh suku Mudhar tersebut.
Setelah mendapat penjelasan dari suku Mudhar ini, Nabi Muhammad
kemudian berdoa kepada Allah agar segera menurunkan hujan di daerah suku
Mudhar itu, hujan yang membawa rezeki dan berkah, bukan hujan banjir
dan membawa malapetaka. Tidak lama kemudian rombongan suku Mudhar
pulang, sebelum mereka sampai di rumahnya masing-masing, di sana sudah
turun hujan.
“Kalau mau tahu sejarah ini baca Al-Kamil fittarikh lil imam ibnil Atsir, 13 jilid, Tarikhul umam walmuluk Abu Ja`far Ibnu Jarir Athabari, 10 jilid, Tarikhul hadhar Islamiyah, Prof. Dr. Ahmad Syalabi, 9 jilid, Tarikh Ibnu Khaldun, 14 Jilid, baru tahu cerita ini, maka minta pada Allah lewat Nabi Muhammad itu sunnah, bukan bid`ah,” imbuhnya.
Untuk itu, Kang Said, menegaskan kepada para mahasiswa untuk tetap
bangga menjadi warga NU, karena semua amalan-amalan warga NU memiliki
dalil-dalil yang kuat. (Aiz Luthfi/Anam)
0 comments:
Tulis komentar dengan menggunakan kata-kata yang baik, jaga sopan-santun dan sertakan Identitas secara jujur.
Terima kasih atas pengertian Anda ! Junjung tinggi Akhlaqul Karimah