PATI - Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Sahal Mahfudh
mengungkapkan, strategi deradikalisai yang selama ini dijalankan untuk
menanggulangi terorisme tidak sepenuhnya berhasil. Karena itu diperlukan
strategi baru.
“Pendekatan deradikalisasi tidak berhasil, bahkan bisa dianggap gagal. Karena, pendekatan ini hanya parsial, tidak menyentuh akar persoalan yang sebenarnya,” ungkap Kiai Sahal dalam seminar nasional bertajuk “Islam Rahmatan lil’Alamin: Politik Kebangsaan untuk Masa Depan Indonesia” di Pati, Jawa Tengah, Sabtu (18/5).
Untuk itu, menurut Kiai Sahal, perlu ada format baru dalam menanggulangi terorisme dengan melibatkan unsur pendidikan dan lembaga agama seperti pesantrenagar mencetak kader penggerak perdamaian di berbagai kawasan.
Kiai Sahal menegaskan bahwa konsep Islam Rahmatan lil-Alamin dapat menjadi kunci dan landasan untuk menanggulangi kasus-kasus kekerasan, terorisme serta mencari format untuk masa depan Indonesia.
“Konsep ini sangat penting, agar dapat diaplikasikan dalam mencari format masa depan Indonesia, terutama untuk diaplikasikan dalam bidang pendidikan,” kata Ketua Umum MUI itu dalam seminar yang diselenggarakan dalam rangka memperingati Hari Kebangkitan Nasional.
Seminar nasional tersebut diselenggarakan oleh Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Mathali’ul Falah, Pati, Jawa Tengah, yang dihadiri, antara lain, Dr H. As’ad Said Ali (Wakil Ketua Umum PBNU), Prof. Nur Syam, (Dirjen Pendidikan Islam Kementrian Agama) dan ketua STAIMAFA, H. Abdul Ghaffar Razien.
Prof. Nur Syam dalam kesempatan itu menegaskan pentingnya unsur kearifan lokal dalam merespon berbagai hal yang terkait dengan kekerasan dan konflik. “Menggunakan pendekatan yang merespon kearifan lokal sangat penting, agar terjadi keseimbangan dalam merancang strategi. Pendidikan, dalam hal ini, sangat penting untuk menyelesaikan kasus-kasus kekerasan dan menghadapi terorisme,” ujarnya.
H. As’ad Said Ali menandaskan bahwa terorisme itu betul ada. “Perlu ada pendekatan strategis dan sistematis, agar tercipta upaya kongkrit menyelesaikan masalah terorisme dan menanggulangi radikalisme”.
Untuk itu, ungkap As’ad, perlu ada kader-kader penting, yang siap mengawal konsep keindonesiaan-kebangsaan, dengan berpijak pada konsep Islam rahmatan lil-alamin dan Pancasila.
“Perlu ada pemahaman yang komprehensif bagi kader-kader pesantren, agar memahami strategi, konsep gerakan massa dan mampu memainkan isu,” tandas As’ad.
Sementara, H. Abdul Ghaffar Razien, M.Ed, menyebut bahwa perlu ada strategi penanggulangan terorisme berbasis pendidikan secara sistematis. “STAI Mathaliul Falah, menawarkan sebuah program untuk mencipta kader dari kawasan rawan konflik dan kader pesantren, untuk dibekali dengan wawasan yang komprehensif untuk mencari solusi atas konflik dan ancaman terorisme di kawasan masing-masing.
Kader-kader tersebut akan jadi aktor, yang akan menjadi penggerak komunitas di kawasan rawan konflik, agar terbentuk lingkungan yang mengupayakan perdamaian, dan menolak kekerasan serta membendung potensi terorisme”.
Redaktur : A. Khoirul Anam
Kontributor: Munawir Aziz
“Pendekatan deradikalisasi tidak berhasil, bahkan bisa dianggap gagal. Karena, pendekatan ini hanya parsial, tidak menyentuh akar persoalan yang sebenarnya,” ungkap Kiai Sahal dalam seminar nasional bertajuk “Islam Rahmatan lil’Alamin: Politik Kebangsaan untuk Masa Depan Indonesia” di Pati, Jawa Tengah, Sabtu (18/5).
Untuk itu, menurut Kiai Sahal, perlu ada format baru dalam menanggulangi terorisme dengan melibatkan unsur pendidikan dan lembaga agama seperti pesantrenagar mencetak kader penggerak perdamaian di berbagai kawasan.
Kiai Sahal menegaskan bahwa konsep Islam Rahmatan lil-Alamin dapat menjadi kunci dan landasan untuk menanggulangi kasus-kasus kekerasan, terorisme serta mencari format untuk masa depan Indonesia.
“Konsep ini sangat penting, agar dapat diaplikasikan dalam mencari format masa depan Indonesia, terutama untuk diaplikasikan dalam bidang pendidikan,” kata Ketua Umum MUI itu dalam seminar yang diselenggarakan dalam rangka memperingati Hari Kebangkitan Nasional.
Seminar nasional tersebut diselenggarakan oleh Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Mathali’ul Falah, Pati, Jawa Tengah, yang dihadiri, antara lain, Dr H. As’ad Said Ali (Wakil Ketua Umum PBNU), Prof. Nur Syam, (Dirjen Pendidikan Islam Kementrian Agama) dan ketua STAIMAFA, H. Abdul Ghaffar Razien.
Prof. Nur Syam dalam kesempatan itu menegaskan pentingnya unsur kearifan lokal dalam merespon berbagai hal yang terkait dengan kekerasan dan konflik. “Menggunakan pendekatan yang merespon kearifan lokal sangat penting, agar terjadi keseimbangan dalam merancang strategi. Pendidikan, dalam hal ini, sangat penting untuk menyelesaikan kasus-kasus kekerasan dan menghadapi terorisme,” ujarnya.
H. As’ad Said Ali menandaskan bahwa terorisme itu betul ada. “Perlu ada pendekatan strategis dan sistematis, agar tercipta upaya kongkrit menyelesaikan masalah terorisme dan menanggulangi radikalisme”.
Untuk itu, ungkap As’ad, perlu ada kader-kader penting, yang siap mengawal konsep keindonesiaan-kebangsaan, dengan berpijak pada konsep Islam rahmatan lil-alamin dan Pancasila.
“Perlu ada pemahaman yang komprehensif bagi kader-kader pesantren, agar memahami strategi, konsep gerakan massa dan mampu memainkan isu,” tandas As’ad.
Sementara, H. Abdul Ghaffar Razien, M.Ed, menyebut bahwa perlu ada strategi penanggulangan terorisme berbasis pendidikan secara sistematis. “STAI Mathaliul Falah, menawarkan sebuah program untuk mencipta kader dari kawasan rawan konflik dan kader pesantren, untuk dibekali dengan wawasan yang komprehensif untuk mencari solusi atas konflik dan ancaman terorisme di kawasan masing-masing.
Kader-kader tersebut akan jadi aktor, yang akan menjadi penggerak komunitas di kawasan rawan konflik, agar terbentuk lingkungan yang mengupayakan perdamaian, dan menolak kekerasan serta membendung potensi terorisme”.
Redaktur : A. Khoirul Anam
Kontributor: Munawir Aziz
0 comments:
Tulis komentar dengan menggunakan kata-kata yang baik, jaga sopan-santun dan sertakan Identitas secara jujur.
Terima kasih atas pengertian Anda ! Junjung tinggi Akhlaqul Karimah