JOMBANG - Islam ala Nahdlatul Ulama mendapat tantangan yang tidak ringan. Di
berbagai tempat, nyaris muncul para penentang amaliah Nahdliyin. Ada
yang berhaluan kanan, demikian juga yang kiri.
Tidak ada pilihan lain bagi Nahdlatul Ulama selain membentengi keyakinan dan amaliahnya dengan pemahaman yang benar serta mendalam. Karena bila itu tidak dilakukan, akan kian banyak kader muda NU yang tergerus dengan pandangan dan pemahaman yang salah dalam menjabarkan Islam.
Setidaknya inilah keluhan yang disampaikan KH Abdul Kholiq Hasan, MHI kepada NU Online (4/2). Di kediamannya, Gus Kholiq, sapaan akrabnya menandaskan bahwa tantangan yang dihadapi warga NU demi mempertahankan amaliyah demikian berat.
Tidak ada pilihan lain bagi Nahdlatul Ulama selain membentengi keyakinan dan amaliahnya dengan pemahaman yang benar serta mendalam. Karena bila itu tidak dilakukan, akan kian banyak kader muda NU yang tergerus dengan pandangan dan pemahaman yang salah dalam menjabarkan Islam.
Setidaknya inilah keluhan yang disampaikan KH Abdul Kholiq Hasan, MHI kepada NU Online (4/2). Di kediamannya, Gus Kholiq, sapaan akrabnya menandaskan bahwa tantangan yang dihadapi warga NU demi mempertahankan amaliyah demikian berat.
“Tidak jarang mereka dicap sebagai Islam abangan, Islam tahayyul,
bid’ah dan khurafat, atau dianggap tidak konsisten dengan Islam yang
dianutnya,” kata katib Syuriah PCNU Jombang ini.
Solusi yang ditawarkan alumnus Pasca Sarjana Universitas Islam Malang ini adalah setiap lembaga hendaknya mempersiapkan untuk mencetak kader Ahlus Sunnah Wal Jamaah (Aswaja) ala NU. “Tidak bisa hanya dibebankan kepada salah satu institusi atau lembaga tertentu,” katanya.
Lembaga yang dimaksud adalah pesantren, sekolah, madrasah di semua tingkatan hendaknya bisa serius melakukan seleksi dan kaderisasi bagi ketersediaan para pejuang Aswaja ini. Dan hal tersebut juga yang kini secara serius dilakukan Yayasan Bani Abdul Fattah (YBAF) Tambakberas Jombang yang membawahi beberapa ribath.
“Kita berharap semua pondok maupun sekolah formal di semua tingkatan seperti kampus, memiliki tanggungjawab bersama untuk ketersediaan para pejuang Aswaja,” lanjutnya. Kalau kemudian di NU ada Aswaja Centre, maka hal tersebut hanya sebagai media untuk melakukan pemantauan dan standar materi bagi kurukulum dan teknis lainnya.
“Namun yang utama, semua pihak harus memiliki kepedulian terhadap kian menipisnya kader Aswaja ini,” terangnya. “Apalagi tantangan yang dihadapi umat bertambah dinamis dan kompleks,” katanya penuh harap.
Solusi yang ditawarkan alumnus Pasca Sarjana Universitas Islam Malang ini adalah setiap lembaga hendaknya mempersiapkan untuk mencetak kader Ahlus Sunnah Wal Jamaah (Aswaja) ala NU. “Tidak bisa hanya dibebankan kepada salah satu institusi atau lembaga tertentu,” katanya.
Lembaga yang dimaksud adalah pesantren, sekolah, madrasah di semua tingkatan hendaknya bisa serius melakukan seleksi dan kaderisasi bagi ketersediaan para pejuang Aswaja ini. Dan hal tersebut juga yang kini secara serius dilakukan Yayasan Bani Abdul Fattah (YBAF) Tambakberas Jombang yang membawahi beberapa ribath.
“Kita berharap semua pondok maupun sekolah formal di semua tingkatan seperti kampus, memiliki tanggungjawab bersama untuk ketersediaan para pejuang Aswaja,” lanjutnya. Kalau kemudian di NU ada Aswaja Centre, maka hal tersebut hanya sebagai media untuk melakukan pemantauan dan standar materi bagi kurukulum dan teknis lainnya.
“Namun yang utama, semua pihak harus memiliki kepedulian terhadap kian menipisnya kader Aswaja ini,” terangnya. “Apalagi tantangan yang dihadapi umat bertambah dinamis dan kompleks,” katanya penuh harap.
Kontributor: Syaifullah
Sumber: NU Online
0 comments:
Tulis komentar dengan menggunakan kata-kata yang baik, jaga sopan-santun dan sertakan Identitas secara jujur.
Terima kasih atas pengertian Anda ! Junjung tinggi Akhlaqul Karimah