SURABAYA - Ramadhan sepertinya menjadi waktu yang tepat untuk berderma. Namun
semangat para orang kaya itu hendaknya bisa dilaksanakan dengan sebaik
mungkin dengan mengindari hal yang tidak diinginkan.
Beberapa waktu yang lalu ada "tragedi zakat" di Sumenep Jawa Timur. Ribuan warga kurang mampu saling dorong untuk mendapatkan zakat sebesar seratus ribu dari seorang pengusaha.
Sejak pagi, ribuan orang dari berbagai usia sudah antre di Jalan Diponegoro, Kelurahan Karang Duak. Antrean tersebut diwarnai aksi saling dorong, saat pintu masuk dibuka petugas keamanan yang berjaga di lokasi.
Sejumlah wanita berusia lanjut terjepit di antara pengantre, sehingga untuk menghindari jatuhnya korban, aparat keamanan mengevakuasi mereka dari deretan antrean.
Beberapa waktu yang lalu ada "tragedi zakat" di Sumenep Jawa Timur. Ribuan warga kurang mampu saling dorong untuk mendapatkan zakat sebesar seratus ribu dari seorang pengusaha.
Sejak pagi, ribuan orang dari berbagai usia sudah antre di Jalan Diponegoro, Kelurahan Karang Duak. Antrean tersebut diwarnai aksi saling dorong, saat pintu masuk dibuka petugas keamanan yang berjaga di lokasi.
Sejumlah wanita berusia lanjut terjepit di antara pengantre, sehingga untuk menghindari jatuhnya korban, aparat keamanan mengevakuasi mereka dari deretan antrean.
Zakat tersebut diberikan oleh Haji Asbu, seorang pengusaha asal
Sumenep. Zakat yang dikeluarkannya pada bulan Ramadan kali ini lebih
dari Rp1 miliar untuk 12 ribu warga kurang mampu.
Terhadap model pembagian zakat yang sering menelan korban, KH Abdurrahman Navis sangat menyayangkan. Saran Kiai Navis, sapaan akrabnya hendaknya zakat dipasrahkan kepada panitia yang sudah kredibel yakni amil.
"Sebaiknya disalurkan melalui amil zakat sebagaimana yang dilakukan pada zaman Nabi Muhammad dan para sahabat," katanya kepada NU Online (15/7).
Kalaupun kemudian akan dibagikan, Kiai Navis menyarankan agar dapat diantarkan langsung kepada yang berhak, bukan dengan mengundang mereka ke lokasi tertentu. "Hal ini tentu akan mengurangi resiko yang tidak diinginkan," tandas Wakil Ketua PWNU Jatim ini.
Namun jika memang terpaksa harus mengundang para mustahiq atau mereka yang berhak menerima zakat, maka faktor keselamatan hendaknya diperhatikan lebih seksama.
"Yang harus diprioritaskan adalah keamanan dan keselamatan mustahiq," kata pengurus MUI Jawa Timur ini.
Terlepas dari hal itu, ada pesan penting dari sejumlah tragedi yang nyaris berulang setiap Ramadhan ini. "Ada kecenderungan para aghniya' atau orang kaya tidak percaya kepada amil zakat," tandasnya.
Bagi dosen IAIN Sunan Ampel Surabaya ini, hendaknya para amil bisa lebih profesional dalam mengelola dana umat. "Amil harus amanah dan profesional," tegasnya.
Dengan memegang prinsip profesionalitas dan amanah, Kiai Navis berkeyakinan bahwa kecenderungan membagikan zakat dengan mengundang langsung mustahiq di satu tempat akan semakin terkikis.
"Hendaknya ada kesadaran dari muzakki atau mereka yang berhak mengeluarkan zakat untuk memasrahkan dana mereka kepada amil," terangnya.
Dan kalaupun akan memberikan langsung kepada masyarakat, maka hendaknya dapat dikoordinasikan dengan pihak keamanan setempat. "Atau bisa mengoptimalkan kepengurusan di mushalla maupun masjid," lanjutnya.
Dengan sejumlah langkah-langkah ini diharapkan, tragedi zakat tidak akan terulang. Apalagi sampai menelan korban jiwa.
Terhadap model pembagian zakat yang sering menelan korban, KH Abdurrahman Navis sangat menyayangkan. Saran Kiai Navis, sapaan akrabnya hendaknya zakat dipasrahkan kepada panitia yang sudah kredibel yakni amil.
"Sebaiknya disalurkan melalui amil zakat sebagaimana yang dilakukan pada zaman Nabi Muhammad dan para sahabat," katanya kepada NU Online (15/7).
Kalaupun kemudian akan dibagikan, Kiai Navis menyarankan agar dapat diantarkan langsung kepada yang berhak, bukan dengan mengundang mereka ke lokasi tertentu. "Hal ini tentu akan mengurangi resiko yang tidak diinginkan," tandas Wakil Ketua PWNU Jatim ini.
Namun jika memang terpaksa harus mengundang para mustahiq atau mereka yang berhak menerima zakat, maka faktor keselamatan hendaknya diperhatikan lebih seksama.
"Yang harus diprioritaskan adalah keamanan dan keselamatan mustahiq," kata pengurus MUI Jawa Timur ini.
Terlepas dari hal itu, ada pesan penting dari sejumlah tragedi yang nyaris berulang setiap Ramadhan ini. "Ada kecenderungan para aghniya' atau orang kaya tidak percaya kepada amil zakat," tandasnya.
Bagi dosen IAIN Sunan Ampel Surabaya ini, hendaknya para amil bisa lebih profesional dalam mengelola dana umat. "Amil harus amanah dan profesional," tegasnya.
Dengan memegang prinsip profesionalitas dan amanah, Kiai Navis berkeyakinan bahwa kecenderungan membagikan zakat dengan mengundang langsung mustahiq di satu tempat akan semakin terkikis.
"Hendaknya ada kesadaran dari muzakki atau mereka yang berhak mengeluarkan zakat untuk memasrahkan dana mereka kepada amil," terangnya.
Dan kalaupun akan memberikan langsung kepada masyarakat, maka hendaknya dapat dikoordinasikan dengan pihak keamanan setempat. "Atau bisa mengoptimalkan kepengurusan di mushalla maupun masjid," lanjutnya.
Dengan sejumlah langkah-langkah ini diharapkan, tragedi zakat tidak akan terulang. Apalagi sampai menelan korban jiwa.
Redaktur : Mukafi Niam
Kontributor: Syaifullah
0 comments:
Tulis komentar dengan menggunakan kata-kata yang baik, jaga sopan-santun dan sertakan Identitas secara jujur.
Terima kasih atas pengertian Anda ! Junjung tinggi Akhlaqul Karimah