JERMAN - Jerman kembali menyapa
masyarakat yang sedang melaksanakan ibadah puasa dengan menggelar
Pengkajian Ramadhan 1434 H. Menurut koordinator acara, Munir Ikhwan
(Kandidat Doktor studi Islam di Universitas-Humboldt Berlin), kegiatan
pengkajian selain sebagai sarana berdiskusi seputar topik ke-Islam-an
dan ke-Indonesiaan, juga sebagai wahana silaturrahim antar masyarakat
Indonesia di Berlin dan sekitarnya di tengah rutinitas yang padat.
Diskusi dimulai pada pukul 20.30 dan pada pertemuan pertama kemarin
membahas topik “Kajian Atas Konsep Maslahah dalam Kitab Kuning” dengan
narasumber diskusi Syafiq Hasyim, kandidat doktor hukum Islam di
Universitas-Freie Berlin yang sekaligus juga Rais Syuriah PCINU Jerman.
Dalam pemaparannya, Syafiq Hasyim membedah akar diskursus maslahah atau kepentingan publik dalam kitab kuning, sebutan untuk buku ilmu keagamaan yang biasa diajarkan di pesantren. Menurut Syafiq, diskursus maslahah sudah mulai dibahas oleh para ulama terdahulu seperti Imam al-Ghazali, Fakhruddin al-Razi, Najmuddin al-Thufi dan Imam al-Syathibi. Konsep maslahah masing-masing ulama di atas memiliki pengertian dan penekanan yang beragam, namun mereka sepakat bahwa maslahah bertujuan untuk merealisasikan tujuan syariat yang mencakup perlindungan nyawa (hifdz al-nas), akal (hifdz al-‘aql), harta (hifdz al-mal), agama (hifzd al-din), dan keturunan (hifdzz al-nasl).
Lebih lanjut Syafiq menjelaskan bahwa maslahah sendiri mempunyai tingkatan-tingkatan yang terdiri dari al-dharuriyyat (darurat; primer), al-hajjiyyat (kebutuhan; sekunder), dan al-tahsiniyyat (kebaikan; tersier). Al-dharuriyyat berkaitan dengan perihal hidup matinya manusia, sehingga maslahah ini mempunyai tingkatan sangat mendesak. Al-hajjiyyat berkaitan dengan domain lemah atau kuatnya manusia. Sementara itu, al- tahsiniyyat berkaitan dengan kemudahan atau kesusahan manusia.
Meski secara konseptual sudah dikenalkan para ulama terdahulu, akan tetapi maslahah sebagai konsep hukum mengenai kepentingan publik baru mulai dikenal dalam beberapa dekade terakhir. Menurut Syafiq, alasannya karena beberapa ulama enggan mengadopsi bahkan menolak maslahah karena berpotensi menjadi ‘pasal karet.
Selesai diskusi dan tanya-jawab pada jam 21.35, acara dilanjutkan dengan buka bersama, sholat Maghrib dan ramah-tamah. Hari puasa yang cukup panjang dan melelahkan di musim panas ini tampaknya tidak menyurutkan antusiasme masyarakat untuk datang. Kurang lebih 50 orang hadir di acara ini. Turut hadir pula dalam Pengkajian ini, Atase Pendidikan dan Kebudayaan KBRI Berlin, Prof. Dr. Agus Rubiyanto dan keluarga. Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, PCINU Jerman berencana menggelar Pengkajian Ramadhan setiap hari Sabtu selama bulan puasa.
Dalam pemaparannya, Syafiq Hasyim membedah akar diskursus maslahah atau kepentingan publik dalam kitab kuning, sebutan untuk buku ilmu keagamaan yang biasa diajarkan di pesantren. Menurut Syafiq, diskursus maslahah sudah mulai dibahas oleh para ulama terdahulu seperti Imam al-Ghazali, Fakhruddin al-Razi, Najmuddin al-Thufi dan Imam al-Syathibi. Konsep maslahah masing-masing ulama di atas memiliki pengertian dan penekanan yang beragam, namun mereka sepakat bahwa maslahah bertujuan untuk merealisasikan tujuan syariat yang mencakup perlindungan nyawa (hifdz al-nas), akal (hifdz al-‘aql), harta (hifdz al-mal), agama (hifzd al-din), dan keturunan (hifdzz al-nasl).
Lebih lanjut Syafiq menjelaskan bahwa maslahah sendiri mempunyai tingkatan-tingkatan yang terdiri dari al-dharuriyyat (darurat; primer), al-hajjiyyat (kebutuhan; sekunder), dan al-tahsiniyyat (kebaikan; tersier). Al-dharuriyyat berkaitan dengan perihal hidup matinya manusia, sehingga maslahah ini mempunyai tingkatan sangat mendesak. Al-hajjiyyat berkaitan dengan domain lemah atau kuatnya manusia. Sementara itu, al- tahsiniyyat berkaitan dengan kemudahan atau kesusahan manusia.
Meski secara konseptual sudah dikenalkan para ulama terdahulu, akan tetapi maslahah sebagai konsep hukum mengenai kepentingan publik baru mulai dikenal dalam beberapa dekade terakhir. Menurut Syafiq, alasannya karena beberapa ulama enggan mengadopsi bahkan menolak maslahah karena berpotensi menjadi ‘pasal karet.
Selesai diskusi dan tanya-jawab pada jam 21.35, acara dilanjutkan dengan buka bersama, sholat Maghrib dan ramah-tamah. Hari puasa yang cukup panjang dan melelahkan di musim panas ini tampaknya tidak menyurutkan antusiasme masyarakat untuk datang. Kurang lebih 50 orang hadir di acara ini. Turut hadir pula dalam Pengkajian ini, Atase Pendidikan dan Kebudayaan KBRI Berlin, Prof. Dr. Agus Rubiyanto dan keluarga. Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, PCINU Jerman berencana menggelar Pengkajian Ramadhan setiap hari Sabtu selama bulan puasa.
Sumber: dunia-islam.pelitaonline.com
0 comments:
Tulis komentar dengan menggunakan kata-kata yang baik, jaga sopan-santun dan sertakan Identitas secara jujur.
Terima kasih atas pengertian Anda ! Junjung tinggi Akhlaqul Karimah