SOLO - Pelaksanaan tarawih perdana di Masjid Agung Solo, Selasa (9/7) malam
kemarin, mengakhiri dualisme seperti yang terjadi pada penyelenggaraan
tahun-tahun sebelumnya. Dulu, shalat tarawih dilaksanakan terpisah dua
kelompok dalam waktu yang bersamaan. Namun pada shalat tarawih semalam,
terlihat semua jamaah berkumpul menjadi satu di ruang utama.
“Kalau tahun-tahun sebelum memang ada dua salat tarawih di bagian utama masjid dan di serambi. Tapi untuk kali hanya akan ada satu salat tarawih saja, yaitu di ruang utama masjid,” terang Ketua Takmir Masjid Agung Surakarta, Slamet Abi.
Ratusan jamaah yang mengikuti sholat dengan antusias mengikuti jumlah rakaat yang sudah ditetapkan, yakni 20 rakaat. Sang imam membaca al-Quran dari juz 1. “Ramadan tahun ini kami targetkan dalam shalat tarawih bisa mengkhatamkan Al Qur’an,” ungkap dia.
Tatkala sudah mencapai delapan rakaat, kemudian jamaah yang ingin 20 rakaat berhenti salat, sampai menunggu salat witir selesai dengan imam berbeda. Baru setelah itu dilanjutkan salat tarawih yang 20 rakaat dengan imam yang pertama.
“Memang agak bingung, tapi sebetulnya ini sudah pernah dilakukan tahun-tahun sebelumnya, jadi ini hanya mengembalikan dari awal,” imbuh Slamet.
Menyinggung penyatuan sholat tersebut, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Surakarta, Zaenal Arifin Adnan, menyebut bahwa perubahan itu merupakan sikap toleran terhadap perbedaan pendapat. "Meskipun, cara yang lama sebenarnya juga menunjukkan hal yang sama," terangnya.
Menurutnya, masjid sebesar Masjid Agung memang harus bisa mengakomodir semua kalangan yang memiliki perbedaan pendapat. "Masing-masing memiliki dasar dan dalil yang diyakini," kata Zaenal.
Redaktur : A. Khoirul Anam
Kontributor: Ajie Najmuddin
“Kalau tahun-tahun sebelum memang ada dua salat tarawih di bagian utama masjid dan di serambi. Tapi untuk kali hanya akan ada satu salat tarawih saja, yaitu di ruang utama masjid,” terang Ketua Takmir Masjid Agung Surakarta, Slamet Abi.
Ratusan jamaah yang mengikuti sholat dengan antusias mengikuti jumlah rakaat yang sudah ditetapkan, yakni 20 rakaat. Sang imam membaca al-Quran dari juz 1. “Ramadan tahun ini kami targetkan dalam shalat tarawih bisa mengkhatamkan Al Qur’an,” ungkap dia.
Tatkala sudah mencapai delapan rakaat, kemudian jamaah yang ingin 20 rakaat berhenti salat, sampai menunggu salat witir selesai dengan imam berbeda. Baru setelah itu dilanjutkan salat tarawih yang 20 rakaat dengan imam yang pertama.
“Memang agak bingung, tapi sebetulnya ini sudah pernah dilakukan tahun-tahun sebelumnya, jadi ini hanya mengembalikan dari awal,” imbuh Slamet.
Menyinggung penyatuan sholat tersebut, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Surakarta, Zaenal Arifin Adnan, menyebut bahwa perubahan itu merupakan sikap toleran terhadap perbedaan pendapat. "Meskipun, cara yang lama sebenarnya juga menunjukkan hal yang sama," terangnya.
Menurutnya, masjid sebesar Masjid Agung memang harus bisa mengakomodir semua kalangan yang memiliki perbedaan pendapat. "Masing-masing memiliki dasar dan dalil yang diyakini," kata Zaenal.
Redaktur : A. Khoirul Anam
Kontributor: Ajie Najmuddin
0 comments:
Tulis komentar dengan menggunakan kata-kata yang baik, jaga sopan-santun dan sertakan Identitas secara jujur.
Terima kasih atas pengertian Anda ! Junjung tinggi Akhlaqul Karimah