JAKARTA - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) tidak menolak RUU Ormas yang
segera disahkan oleh DPR RI. Namun karena terdapat sejumlah pasal yang
dinilai harus dirumuskan ulang, PBNU meminta pengesahan RUU ini ditunda.
Demikian ditegaskan Wakil Sekjen PBNU Abdul Munim DZ kepada NU Online, Jum’at (5/3) terkait beredarnya isu yang menyebutkan PBNU menolak RUU Ormas.
Menurutnya, dalam konferensi pers di kantor PBNU Kamis (4/3) kemarin PBNU hanya meminta pengesahan RUU Ormas oleh DPR RI yang sebelumnya dijadwalkan pekan depan, untuk segera ditunda.
“Dalam hal ini PBNU telah menyampaikan sejumlah catatan dan meminta beberapa poin dalam RUU Ormas itu dirumuskan ulang terlebih dahulu,” katanya.
Sementara itu Wakil Ketua Umum PBNU H As'ad Said Ali dalam konferensi pers kemarin mengatakan, NU menginginkan substansi RUU ini ditinjau kembali. Pengesahan RUU Ormas menjadi UU Ormas bila dipaksakan sesuai jadwal semula, dikhawatirkan akan menimbulkan sejumlah dampak negatif.
"Permintaan ini kami sampaikan untuk menghindari berbagai dampak negatif yang bisa ditimbulkan dari pengesahan RUU tersebut," kata As'ad didampingi Sekjen PBNU H. Marsudi Syuhud, Ketua PBNU Imam Azis, Wakil Sekjend PBNU H Abdul Mun'im DZ, dan Adnan Anwar.
PBNU tetap menghargai langkah Pemerintah dan DPR yang telah menyempurnakan UU No 8 tahun 1985 tentang Ormas. Tapi ada sejumlah pasal yang harus dirumuskan ulang, seperti pengertian Ormas dalam RUU yang masih general.
"RUU ini belum melihat sejarah, peran, dan kontribusi Ormas seperti NU, Muhammadiyah, Perti, Nahdlatul Waton, Alkhairat, Syarikat Islam, dan masih banyak lainnya yang ada sebelum negara ini berdiri," tegas As'ad.
Sekjen PBNU H Marsudi Syuhud menambahkan, Ormas-ormas di Indonesia merupakan jangkar negara Kesatuan Republik Indponesia (NKRI). “Banyak negara yang hancur karena tidak ditopang ormas,” katanya.
Selain pasal substansi Ormas, yang juga harus dirumuskan ulang terkait pembedaan antara yayasan, perkumpulkan dan Ormas yang sudah lama berdiri, yang kontribusinya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara tidak ditemukan selain di Indonesia.
Lebih jauh PBNU juga keberatan dengan beberapa pasal dalam RUU tersebut yang mengatur keberadaan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) asing, terlebih dengan cara menyamakan aturan dan persyaratan yang dikenakan kepada Ormas. Jika LSM asing diberi landasan hukum, maka harus diatur dalam Undang-undang tersendiri.
As’ad Ali menambahkan, PBNU berharap pemerintah dan DPR mempertimbangkan aspirasi yang disampaikan oleh NU. “Kalau pemerintah tetap ingin mengesahkan ya kita serahkan ke pemerintah saja, tapi kita punya umat,” katanya. “Kita tidak pernah menjadi oposisi, maka kami percaya pemerintah akan menerima pemikiran NU,” pungkasnya.
Demikian ditegaskan Wakil Sekjen PBNU Abdul Munim DZ kepada NU Online, Jum’at (5/3) terkait beredarnya isu yang menyebutkan PBNU menolak RUU Ormas.
Menurutnya, dalam konferensi pers di kantor PBNU Kamis (4/3) kemarin PBNU hanya meminta pengesahan RUU Ormas oleh DPR RI yang sebelumnya dijadwalkan pekan depan, untuk segera ditunda.
“Dalam hal ini PBNU telah menyampaikan sejumlah catatan dan meminta beberapa poin dalam RUU Ormas itu dirumuskan ulang terlebih dahulu,” katanya.
Sementara itu Wakil Ketua Umum PBNU H As'ad Said Ali dalam konferensi pers kemarin mengatakan, NU menginginkan substansi RUU ini ditinjau kembali. Pengesahan RUU Ormas menjadi UU Ormas bila dipaksakan sesuai jadwal semula, dikhawatirkan akan menimbulkan sejumlah dampak negatif.
"Permintaan ini kami sampaikan untuk menghindari berbagai dampak negatif yang bisa ditimbulkan dari pengesahan RUU tersebut," kata As'ad didampingi Sekjen PBNU H. Marsudi Syuhud, Ketua PBNU Imam Azis, Wakil Sekjend PBNU H Abdul Mun'im DZ, dan Adnan Anwar.
PBNU tetap menghargai langkah Pemerintah dan DPR yang telah menyempurnakan UU No 8 tahun 1985 tentang Ormas. Tapi ada sejumlah pasal yang harus dirumuskan ulang, seperti pengertian Ormas dalam RUU yang masih general.
"RUU ini belum melihat sejarah, peran, dan kontribusi Ormas seperti NU, Muhammadiyah, Perti, Nahdlatul Waton, Alkhairat, Syarikat Islam, dan masih banyak lainnya yang ada sebelum negara ini berdiri," tegas As'ad.
Sekjen PBNU H Marsudi Syuhud menambahkan, Ormas-ormas di Indonesia merupakan jangkar negara Kesatuan Republik Indponesia (NKRI). “Banyak negara yang hancur karena tidak ditopang ormas,” katanya.
Selain pasal substansi Ormas, yang juga harus dirumuskan ulang terkait pembedaan antara yayasan, perkumpulkan dan Ormas yang sudah lama berdiri, yang kontribusinya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara tidak ditemukan selain di Indonesia.
Lebih jauh PBNU juga keberatan dengan beberapa pasal dalam RUU tersebut yang mengatur keberadaan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) asing, terlebih dengan cara menyamakan aturan dan persyaratan yang dikenakan kepada Ormas. Jika LSM asing diberi landasan hukum, maka harus diatur dalam Undang-undang tersendiri.
As’ad Ali menambahkan, PBNU berharap pemerintah dan DPR mempertimbangkan aspirasi yang disampaikan oleh NU. “Kalau pemerintah tetap ingin mengesahkan ya kita serahkan ke pemerintah saja, tapi kita punya umat,” katanya. “Kita tidak pernah menjadi oposisi, maka kami percaya pemerintah akan menerima pemikiran NU,” pungkasnya.
Sumber: NU Online
0 comments:
Tulis komentar dengan menggunakan kata-kata yang baik, jaga sopan-santun dan sertakan Identitas secara jujur.
Terima kasih atas pengertian Anda ! Junjung tinggi Akhlaqul Karimah