JAKARTA - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj
mengatakan, manusia dikaruniai alat bernama hawa nafsu. Sementara ibadah
puasa adalah sarana untuk mengontrol hawa nafsu itu. Jika tidak maka
akan terjadi sebaliknya, hawa nafsu yang memperalat manusia.
“Ibadah puasa ini ada pada agama-agama terdahulu. Dalam Islam, puasa yang diwajibkan pada tahun kedua hijriyah. Fungsinya adalah mendidik manusia agar mampu mengendalikan hawa nafsu, mengontrol hawa nafsu,” kata Kang Said dalam dialog bersama NU Online di kantor PBNU, Jakarta, Selasa (16/7).
Hawa nafsu dapat diurai menjadi tiga, kata kang Said. Pertama disebut nafsu ghodlobiyah yakni yang mendorong manusia mengejar pangkat, kedudukan, atau ambisi. Kedua nafsu syahwatiyah yang menjadikan manusia gemar mengejar kenikmatan dan kelezatan.
“Dua ini alat itu baik untuk membangun cita-cita kita, memotifasi kita, ‘agar saya tidak kalah, agar saya menang, agar saya mendapatkan kekayaan.’ Dua hawa nafsu ini positif asal terkendali, kalau tidak maka akan terjadi sebaliknya, kita yang akan diperalat oleh hawa nafsu itu,” kata Kang Said.
Jika kedua nafsu itu bisa dikendalikan maka sesungguhnya menusia telah memiliki hawa nafsu yang ketiga yakni nafsu mutma’innah.
“Jika kita sudah bisa bersyukur dan merasa cukup 'alhamdulillah saya sudah punya pangkat kedudukan sedemikian, sudah punya kekayaan segini', maka siap-siap saja nati dia dipanggil Tuhan, ‘Wahai hambaku yang mempunyai nafsu mutmainnah’.”
“Puasa adalah sarana untuk mengendalikan hawa nafsu agar benar-benar menjadi alat untuk membangun kehidupan. Jangan terbalik, kita yang menjadi alat hawa nafsu,” demikian Kang Said.
Penulis: A. Khoirul Anam
“Ibadah puasa ini ada pada agama-agama terdahulu. Dalam Islam, puasa yang diwajibkan pada tahun kedua hijriyah. Fungsinya adalah mendidik manusia agar mampu mengendalikan hawa nafsu, mengontrol hawa nafsu,” kata Kang Said dalam dialog bersama NU Online di kantor PBNU, Jakarta, Selasa (16/7).
Hawa nafsu dapat diurai menjadi tiga, kata kang Said. Pertama disebut nafsu ghodlobiyah yakni yang mendorong manusia mengejar pangkat, kedudukan, atau ambisi. Kedua nafsu syahwatiyah yang menjadikan manusia gemar mengejar kenikmatan dan kelezatan.
“Dua ini alat itu baik untuk membangun cita-cita kita, memotifasi kita, ‘agar saya tidak kalah, agar saya menang, agar saya mendapatkan kekayaan.’ Dua hawa nafsu ini positif asal terkendali, kalau tidak maka akan terjadi sebaliknya, kita yang akan diperalat oleh hawa nafsu itu,” kata Kang Said.
Jika kedua nafsu itu bisa dikendalikan maka sesungguhnya menusia telah memiliki hawa nafsu yang ketiga yakni nafsu mutma’innah.
“Jika kita sudah bisa bersyukur dan merasa cukup 'alhamdulillah saya sudah punya pangkat kedudukan sedemikian, sudah punya kekayaan segini', maka siap-siap saja nati dia dipanggil Tuhan, ‘Wahai hambaku yang mempunyai nafsu mutmainnah’.”
“Puasa adalah sarana untuk mengendalikan hawa nafsu agar benar-benar menjadi alat untuk membangun kehidupan. Jangan terbalik, kita yang menjadi alat hawa nafsu,” demikian Kang Said.
Penulis: A. Khoirul Anam
0 comments:
Tulis komentar dengan menggunakan kata-kata yang baik, jaga sopan-santun dan sertakan Identitas secara jujur.
Terima kasih atas pengertian Anda ! Junjung tinggi Akhlaqul Karimah