YOGYAKARTA - Untuk melestarikan tarawih sejumlah 20 rakaat ini membutuhkan
perjuangan, karena banyak orang yang menginginkan tarawih menjadi
delapan, tapi takmir masjid mencoba mempertahankannya, yaitu H Hanadi
dan Ahmad Dahlan.
Walaupun sekitar masjid tidak hanya orang NU, tapi adanya budaya NU ini tidak ada masalah bagi masyarakat sekitar. “Kenapa bertahan NU, dan mempertahankan tarawih sejumlah 20 Rakaat, karena setiap memulai tarawih, KH Wardani A. Hamid tak henti-hentinya memberi penjelasan tarawih sejumlah 20 rakaat dan witir tiga rakaat. Jika mendirikan jamaah sendiri di masjid ini tidak diperbolehkan oleh takmir,” tandas Syaikona Hasan, sekretaris takmir masjid Al Huda Gedong Kuning.
KH Wardani A. Hamid juga menjelaskan, untuk menghormati perbedaan, masjid Al Huda ini pernah memperbolehkan ada jamaah yang mendirikan shalat witir ketika sudah delapan rakaat.
“Namun, seiring berjalannya waktu, jamaah yang mengikuti tarawih 20 rakaat ini sedikit, sehingga takmir kembali memperingatkan kalau tarawihnya 20 rakaat sehingga tarawih ala Masjidil Haram, yaitu dengan 20 rakaat ini dipertahankan sampai sekarang” imbuhnya.
“Tarawih sejumlah 20 rakaat ini insyaallah akan dipertahankan sampai yaumil qiyamah,” tandas salah satu takmir masjid, Laksono, di sela-sela pembicaraan.
“Pada suatu waktu, di masjid Al Huda ini pernah ada pembagian pengurus, yaitu antara orang NU dan Muhammadiyah. Namun, ini malah tidak berjalan dengan baik. Banyak perbedaan yang terjadi. Kemudian keputusan diserahkan kepada ahli waris yaitu saya,” tandas KH Wardani A. Hamid yang juga menjadi ketua DKM.
“Melihat ada perbedaan dalam pengurus, saya dan para tokoh-tokoh NU di sekitar masjid ini kembali untuk menyerahkan kepengurusan kepada masyarakat NU,” tambahnya.
Sekretaris takmir masjid Al Huda, Syaikhona Hasan menuturkan, selain mempertahankan budaya NU yang berupa tarawih 20 rakaat, budaya-budaya NU seperti pujian, pengajian yang diawali degan tahlil ini tetap dilestarikan. Apalagi sejak adanya palang yang bertuliskan “Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Bantul.”
Walaupun sekitar masjid tidak hanya orang NU, tapi adanya budaya NU ini tidak ada masalah bagi masyarakat sekitar. “Kenapa bertahan NU, dan mempertahankan tarawih sejumlah 20 Rakaat, karena setiap memulai tarawih, KH Wardani A. Hamid tak henti-hentinya memberi penjelasan tarawih sejumlah 20 rakaat dan witir tiga rakaat. Jika mendirikan jamaah sendiri di masjid ini tidak diperbolehkan oleh takmir,” tandas Syaikona Hasan, sekretaris takmir masjid Al Huda Gedong Kuning.
KH Wardani A. Hamid juga menjelaskan, untuk menghormati perbedaan, masjid Al Huda ini pernah memperbolehkan ada jamaah yang mendirikan shalat witir ketika sudah delapan rakaat.
“Namun, seiring berjalannya waktu, jamaah yang mengikuti tarawih 20 rakaat ini sedikit, sehingga takmir kembali memperingatkan kalau tarawihnya 20 rakaat sehingga tarawih ala Masjidil Haram, yaitu dengan 20 rakaat ini dipertahankan sampai sekarang” imbuhnya.
“Tarawih sejumlah 20 rakaat ini insyaallah akan dipertahankan sampai yaumil qiyamah,” tandas salah satu takmir masjid, Laksono, di sela-sela pembicaraan.
“Pada suatu waktu, di masjid Al Huda ini pernah ada pembagian pengurus, yaitu antara orang NU dan Muhammadiyah. Namun, ini malah tidak berjalan dengan baik. Banyak perbedaan yang terjadi. Kemudian keputusan diserahkan kepada ahli waris yaitu saya,” tandas KH Wardani A. Hamid yang juga menjadi ketua DKM.
“Melihat ada perbedaan dalam pengurus, saya dan para tokoh-tokoh NU di sekitar masjid ini kembali untuk menyerahkan kepengurusan kepada masyarakat NU,” tambahnya.
Sekretaris takmir masjid Al Huda, Syaikhona Hasan menuturkan, selain mempertahankan budaya NU yang berupa tarawih 20 rakaat, budaya-budaya NU seperti pujian, pengajian yang diawali degan tahlil ini tetap dilestarikan. Apalagi sejak adanya palang yang bertuliskan “Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Bantul.”
Redaktur : Mukafi Niam
Kontributor: Sholikhin
0 comments:
Tulis komentar dengan menggunakan kata-kata yang baik, jaga sopan-santun dan sertakan Identitas secara jujur.
Terima kasih atas pengertian Anda ! Junjung tinggi Akhlaqul Karimah