KARANGANYAR - Desa Ngadirejo, Kecamatan Mojogedang, Kabupaten Karanganyar, Jawa
Tengah, merupakan satu-satunya desa yang belum mempunyai ranting NU di
Mojogedang. Sebenarnya lokasinya tidak terlalu pelosok dan tertinggal,
kecuali hanya berjarak sekitar 1 km dari pusat kecamatan.
Meskipun belum mempunyai organisasi NU secara resmi, warga Ngadirejo tetap bersemangat melestarikan tradisi dan praktik peribadatan ala warga NU pada umumnya (amaliyah nahdliyah), seperti shalawat-nariyahan, tahlilan, yasinan, dan acara tasyakuran dalam bentuk kenduri.
Hampir setiap RT di desa ini mempunyai jadwal rutinan pelaksanaan amaliah tersebut. “Jadi pelaksanaannya digilir tiap rumah secara urut, dan waktunya setiap 35 hari sekali atau kalau orang Jawa menyebut selapan dino,” ujar Sukidi, warga Ngadirejo seusai acara tahlilan dan shalawatan di rumah salah satu warga, Kamis (19/9).
Masing-masing RT memiliki jadwal kegiatan tersebut yang tidak sama, sebagian melaksanakannya pada Jumat Legi, Jumat Kliwon, atau lainnya tergantung kesepakatan warganya.
Di balik semangat mereka melakukan amaliah tersebut, muncul kegelisahan di kalangan warga Ngadirejo karena mereka sendiri masih bingung mencari figur panutan dalam hal agama.
Mereka melakukan kegiatan itu karena memandang sebagai ibadah yang baik meski tanpa satu warga pun yang mengetahui dasarnya. Tak heran jika dengan mudah pula mereka akan terhasud oleh pemahaman lainnya.
“Ya saya orang NU dan amaliah yang biasa warga sini lakukan itu juga NU saya tau. Tapi kalau saya disuruh menunjukkan dasarnya, saya sendiri belum tau. Jadi sekarang ini sudah ada beberapa warga yang tidak mau ikut acara-acara seperti tahlil, yasin, kenduri karena mereka bilangin bid’ah,” tambahnya.
Sedangkan Kiai Mukti Ali sendiri selaku Ketua PCNU Karanganyar mengungkapkan bahwa memang di Ngadirejo belum ada ranting NU. Menurut dia, kondisi ini dikarenakan belum ada kader di desa tersebut.
“Desa Ngadirejo itu warganya masih gampang ajakannya, terutama dalam hal agama. Tapi sayang belum ada yang menjadi panutan dan belum ada kader NU yang mendirikan ranting,” katanya.
Kalaupun dirikan ranting, lanjut Mukti Ali, belum ada yang istiqamah tinggal di sana. “Jadi saat ini ada jama’ah (warga) tapi tanpa jam’iyah (organisasi),” paparnya saat ditemui NU Online di kediamannya Desa Pojok, Kecamatan Mojogedang, Karanganyar. (Ahmad Rosyidi/Mahbib)
Meskipun belum mempunyai organisasi NU secara resmi, warga Ngadirejo tetap bersemangat melestarikan tradisi dan praktik peribadatan ala warga NU pada umumnya (amaliyah nahdliyah), seperti shalawat-nariyahan, tahlilan, yasinan, dan acara tasyakuran dalam bentuk kenduri.
Hampir setiap RT di desa ini mempunyai jadwal rutinan pelaksanaan amaliah tersebut. “Jadi pelaksanaannya digilir tiap rumah secara urut, dan waktunya setiap 35 hari sekali atau kalau orang Jawa menyebut selapan dino,” ujar Sukidi, warga Ngadirejo seusai acara tahlilan dan shalawatan di rumah salah satu warga, Kamis (19/9).
Masing-masing RT memiliki jadwal kegiatan tersebut yang tidak sama, sebagian melaksanakannya pada Jumat Legi, Jumat Kliwon, atau lainnya tergantung kesepakatan warganya.
Di balik semangat mereka melakukan amaliah tersebut, muncul kegelisahan di kalangan warga Ngadirejo karena mereka sendiri masih bingung mencari figur panutan dalam hal agama.
Mereka melakukan kegiatan itu karena memandang sebagai ibadah yang baik meski tanpa satu warga pun yang mengetahui dasarnya. Tak heran jika dengan mudah pula mereka akan terhasud oleh pemahaman lainnya.
“Ya saya orang NU dan amaliah yang biasa warga sini lakukan itu juga NU saya tau. Tapi kalau saya disuruh menunjukkan dasarnya, saya sendiri belum tau. Jadi sekarang ini sudah ada beberapa warga yang tidak mau ikut acara-acara seperti tahlil, yasin, kenduri karena mereka bilangin bid’ah,” tambahnya.
Sedangkan Kiai Mukti Ali sendiri selaku Ketua PCNU Karanganyar mengungkapkan bahwa memang di Ngadirejo belum ada ranting NU. Menurut dia, kondisi ini dikarenakan belum ada kader di desa tersebut.
“Desa Ngadirejo itu warganya masih gampang ajakannya, terutama dalam hal agama. Tapi sayang belum ada yang menjadi panutan dan belum ada kader NU yang mendirikan ranting,” katanya.
Kalaupun dirikan ranting, lanjut Mukti Ali, belum ada yang istiqamah tinggal di sana. “Jadi saat ini ada jama’ah (warga) tapi tanpa jam’iyah (organisasi),” paparnya saat ditemui NU Online di kediamannya Desa Pojok, Kecamatan Mojogedang, Karanganyar. (Ahmad Rosyidi/Mahbib)
0 comments:
Tulis komentar dengan menggunakan kata-kata yang baik, jaga sopan-santun dan sertakan Identitas secara jujur.
Terima kasih atas pengertian Anda ! Junjung tinggi Akhlaqul Karimah